Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Bakhrul Fikri

Peneliti Ekonomi di Center of Economic and Law Studies (Celios)

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Baja Hijau dan Masa Depan Krakatau Steel

Sebagai produsen baja terbesar di Indonesia, momentum ini juga dapat dimanfaatkan oleh KRAS untuk menjadi pusat industri baja ramah lingkungan di Asean.
krakatau steel, kras, baja
krakatau steel, kras, baja

Bisnis.com, JAKARTA - Industri baja dalam negeri tengah menghadapi tekanan yang cukup berat. Salah satu pemain besar, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. pada tahun 2023 mencatatkan rugi hingga Rp2,03 triliun. Dalam laporan keuangan KRAS 2023, kerugian berasal dari biaya keuangan yang mencapai US$129,59 juta atau setara Rp2 Triliun ditambah rugi selisih kurs sebesar Rp148,48 miliar.

Terjadinya force majeur pada pabrik Hot Strip Mill 1 (HSM 1) menyebabkan kegiatan operasional pabrik terhenti dan sangat memengaruhi kondisi likuiditas perusahaan. Dampaknya KRAS tidak dapat memenuhi kewajiban restrukturisasi yang telah jatuh tempo. Alhasil pembayaran seluruh bunga kewajiban Tranche A, B, dan C serta kewajiban pokok Tranche A dan B kepada seluruh kreditur restrukturisasi ditunda sampai dengan pabrik HSM 1 dapat beroperasi pada kuartal IV mendatang.

Perlu diketahui bahwa pabrik HSM 1 menghasilkan produk utama yaitu Hot Rolled Coil (HRC) dengan pangsa pasar sebesar 40,3% pada tahun 2021. Sehingga terhentinya operasi HSM 1 berdampak pada penurunan volume penjualan hingga 24% menjadi 1,2 juta ton dan menyebabkan pendapatan turun mencapai 35,05%.

Kerugian KRAS juga dikhawatirkan memiliki efek domino pemutusan hubungan kerja (PHK) seperti yang terjadi pada tahun 2019 silam, di mana sebanyak 2.683 pekerja mengalami PHK. Sebab untuk mengatasi kerugian yang dialami pada tahun 2023, KRAS akan melakukan restrukturisasi lanjutan dalam rangka penyelesaian utang Tranche A, B, dan C.

Oleh karena itu, diperlukan strategi baru yang dapat mengentas masalah keuangan KRAS di masa mendatang. Salah satunya melakukan pergeseran pasar atau market shifting ke produk baja ramah lingkungan (green steel) agar KRAS dapat memperluas pangsa pasar baik domestik maupun internasional.

Pemerintah juga menargetkan sektor industri dapat mencapai netralitas karbon atau NZE pada 2050, lebih cepat dari target NZE nasional pada 2060. Dan industri baja menjadi salah satu sektor yang paling diperhatikan dalam rencana dekarbonisasi tersebut. Artinya akan ada banyak dukungan yang akan diterima oleh KRAS mulai dari pendanaan dari sektor keuangan, peluang investasi baru, dan kemudahan dalam memasarkan produknya.

Sebagai produsen baja terbesar di Indonesia, momentum ini juga dapat dimanfaatkan oleh KRAS untuk menjadi pusat industri baja ramah lingkungan di Asean. Sehingga produk KRAS dapat bersaing dengan produk baja di pasar internasional maupun pasar domestik. Terkhusus pasar domestik baja hijau peluang pasar sangat terbuka untuk memasok komponen kendaraan listrik, gedung, perumahan maupun pabrik yang memiliki sertifikasi rendah karbon.

Peluang pasar baja hijau sudah terbukti dari konsistensi peningkatan pertumbuhan secara global. Misalnya laporan Fortune Business Insight memberikan sinyal positif terhadap perkembangan baja ramah lingkungan di pasar global.

Diperkirakan pangsa pasar baja ramah lingkungan secara global akan meningkat dari US$2,70 miliar di tahun 2023 menjadi US$98,84 miliar pada tahun 2030 dengan CAGR sebesar 67,2% selama periode 2023—2030. Lebih jauh, pada tahun 2022 World Economic Forum mencatat sebanyak 50 perusahaan multinasional di berbagai sektor berkomitmen untuk membeli komoditas aluminium, baja dan komoditas rendah karbon lainnya.

Perusahaan baja kelas dunia seperti ArcelorMittal sudah membuktikan komitmennya dengan melakukan investasi sebesar US$120 juta kepada produsen baja ramah lingkungan bernama BostonMetal. Contoh lain adalah perusahaan baja Nucor yang merupakan perusahaan produsen baja terbesar di Amerika Utara ikut melakukan strategi ekspansi dengan memproduksi baja ramah lingkungan.

PETA JALAN ESG

Sebagai langkah mendorong produksi baja hijau, diperlukan peta jalan bagi perusahaan baja domestik. Salah satu poin kunci adalah komitmen untuk segera menutup PLTU di kawasan industri (captive), meningkatkan pembangkit EBT, mencari dukungan pembiayaan hijau, melakukan market intelligences (intelijen pasar) untuk pemetaan potensi pasar baja hijau.

Peta jalan sebaiknya juga memuat perincian penerapan ekonomi sirkular dengan meningkatkan penggunaan scrap dalam proses produksi, segera melakukan revisi kontrak pembelian batu bara dan mengalihkan pendanaan untuk membeli teknologi produksi yang ramah lingkungan, dan membuat laporan penghitungan emisi gas rumah kaca dalam setiap tahap proses produksi dan rantai pasok untuk mempermudah perusahaan dalam mendapatkan investasi hijau.

Strategi berikutnya yang dapat dilakukan oleh KRAS dengan melakukan akselerasi untuk mendapatkan sertifikasi ESG (Environment, Social, and Governance). Implementasi ESG dapat membantu KRAS untuk meningkatkan daya saing di pasar internasional, sehingga dapat menarik investor dan pembeli yang makin sadar akan isu sosial dan lingkungan. Membalikkan kondisi keuangan KRAS tidaklah mudah, kabar baiknya potensi baja hijau menawarkan oase bagi masa depan perusahaan baja pelat merah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Bakhrul Fikri
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper