Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Awal Juli Dibuka Menguat, Sentuh Rp16.350 per Dolar AS

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dibuka menguat ke level Rp16.350 pada perdagangan hari ini, Senin (1/7/2024).
Ilustrasi foto karyawan menata uang tunai di Cash Center PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Jakarta, Senin (1/7/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Ilustrasi foto karyawan menata uang tunai di Cash Center PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Jakarta, Senin (1/7/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dibuka menguat ke level Rp16.350 pada perdagangan hari ini, Senin (1/7/2024). Rupiah menguat di tengah pelemahan dolar AS.

Mengutip data Bloomberg pukul 15.00 WIB, rupiah dibuka menguat 0,15% ke Rp16.350 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS melemah 0,23% ke 105,62.

Bersamaan dengan rupiah, beberapa mata uang kawasan Asia Pasifik dibuka menguat. Mata uang yang dibuka menguat tersebut di antaranya adalah yen Jepang menguat 0,01%, dolar Singapura naik 0,09%, peso Filipina naik 0,13%, rupee India naik 0,09%, ringgit Malaysia naik 0,05%, dan baht Thailand naik 0,14%.

Sementara itu, mata uang di Asia lainnya dibuka melemah seperti dolar Taiwan turun 0,14%, won Korea Selatan turun 0,10%, dan yuan China yang turun 0,0003 poin terhadap dolar AS.

Sebelumnya, Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan mata uang rupiah akan ditutup menguat pada rentdang Rp16.320-Rp16.410 per dolar AS. 

Ibrahim mengatakan sentimen global datang dari arus masuk ke dolar, terutama didorong oleh antisipasi data indeks harga PCE, yang akan dirilis pada hari Jumat.  

Angka tersebut merupakan ukuran inflasi pilihan The Fed, dan diperkirakan akan menjadi faktor dalam sikap bank sentral terhadap suku bunga. 

Data PCE diperkirakan menunjukkan inflasi sedikit menurun pada bulan Mei, tetapi tetap berada di atas target tahunan The Fed sebesar 2%. Inflasi yang stagnan memberi The Fed lebih banyak ruang untuk mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama, sebuah skenario yang berdampak buruk bagi emas dan logam mulia.  

Komentar hawkish dari pejabat Fed juga memperkuat ekspektasi akan tingginya suku bunga dalam beberapa sesi terakhir. Suku bunga yang lebih tinggi akan meningkatkan biaya peluang (opportunity cost) dalam berinvestasi pada aset-aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding), dan membuat para pedagang menjadi lebih bias terhadap dolar dan utang AS. 

Sebelumnya, gubernur Fed Michelle Bowman mengatakan bank sentral AS kemungkinan akan mempertahankan suku bunga stabil untuk beberapa waktu dalam upaya membantu mengendalikan peningkatan inflasi, dan menambahkan bahwa ia tidak memperkirakan bank sentral akan melakukan hal yang sama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper