Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Jago Tbk. (ARTO) bekerja sama dengan Visa untuk menangkal kejahatan siber di sektor keuangan yang menyasar pembayaran.
Head of Risk Southeast Asia Visa Louis Smith mengatakan modus kejahatan siber di sektor keuangan banyak mengincar nasabah dan klien, terutama terkait kejahatan pembayaran (payment fraud).
“Yang menarik, jumlah penipuan keuangan global mencapai US$ 3,5 triliun per tahun, setara dengan negara ekonomi terbesar kelima di dunia,” ungkapnya dalam keterangan resmi, Jumat (21/9/2024).
Louis melanjutkan setidaknya ada sembilan modus ancaman siber dari tiga kelompok besar kejahatan digital, khususnya pelaku jasa keuangan dan perbankan.
Dimulai dari penipuan (fraud), yang modusnya berupa rekayasa sosial (social engineering), pembobolan informasi pribadi (enumeration attacks), manipulasi token atau pengenal digital (token provisioning), serta peretasan menggunakan software jahat (skimming and malware).
Kelompok kedua yang terkait dengan pencucian uang hasil kejahatan dan pendanaan terorisme. Modus kejahatannya, antara lain menyembunyikan, memindahkan, dan menggunakan uang hasil tindak pidana menggunakan transaksi perdagangan yang sah (money laundering) serta pengambilalihan akun seseorang atau entitas untuk menguasai asetnya (account takeover).
Baca Juga
Kelompok ketiga masuk kategori serangan siber (cyber attack). Modus kejahatannya meliputi pelanggaran data rahasia (data breaches), serangan yang menyebabkan kegagalan layanan atau denial-of-service (DDoS) attack, serta mengunci data pelanggan perusahaan atau lembaga untuk kemudian diperjualbelikan (ransomware).
Di sisi lain, PT Bank Jago Tbk. (ARTO) yang bermitra dengan Visa memiliki perhatian yang sama penuhnya terkait ancaman siber.
“Karena social engineering menggunakan teknik yang menipu untuk menyesatkan orang, maka tindakan pencegahan terbaik adalah meningkatkan kesadaran masyarakat serta cara mendeteksinya,” ujar Direktur Bank Jago Umakanth Rama Pai.
Sebagai bank berbasis teknologi yang tertanam dalam ekosistem digital, lanjut Umakanth, Bank Jago melindungi nasabah dan banknya dari ancaman siber dengan membangun kerangka kerja manajemen risiko dan sistem keamanan yang kuat serta menyempurnakan kebijakan dan strategi anti fraud yang berkelanjutan. Dengan kerangka kerja yang kuat, Bank Jago memiliki kesiapsiagaan dan kecepatan dalam mengidentifikasi dan merespon potensi serangan.
Di sisi lain Bank Jago menggunakan kecerdasan buatan sehingga mengubah pendekatan manajemen risiko dari bersifat pencegahan menjadi bersifat adaptif karena bisa mengenali ancaman siber dari pemodelan ancaman dan penilaian aset yang akurat.
“Kami juga melakukan evolusi secara berkelanjutan dengan belajar dari pengalaman sebelumnya dan memetakan ancaman-ancaman terkini. Jadi setiap produk maupun proses baru yang dirancang, harus melewati uji keamanan siber untuk melihat seberapa rentan atau kuat menghadapi ancaman siber,” tutur Umakanth.