Bisnis.com, JAKARTA - Penjualan Surat Berharga Negara (SBN) ritel Savings Bond Ritel seri sbr013 tembus Rp6,56 triliun dari kedua seri pada hari ke-8 penawaran, Selasa (18/6/2024). Periode penawaran berlangsung pada 10 Juni hingga 4 Juli 2024.
Adapun SBR013 tenor pendek paling diburu investor. Perlu diketahui, DJPPR Kemenkeu meluncurkan obligasi SBR013 dalam dua tenor yakni SBR013-T2 tenor 2 tahun dengan kupon 6,45%, dan SBR013-T4 tenor 4 tahun dengan kupon 6,60% per tahun.
Berdasarkan data salah satu mitra distribusi PT Bibit Tumbuh Bersama (Bibit) per Selasa (18/6) pukul 11.45 WIB, SBR013 terpantau laris diborong investor sebanyak Rp6,56 triliun dari kedua seri.
Secara terperinci, SBR013-T2 telah terjual sekitar Rp4,85 triliun atau 53,8% dari kuota penawaran awal yang sebesar Rp9 triliun. Alhasil, kuota pembelian SBR013-T2 masih tersisa Rp4,15 triliun.
Berikutnya, SBR013-T4 telah terjual sekitar Rp1,71 triliun atau 28,5% dari kuota awal sebesar Rp6 triliun. Artinya, kuota pembelian SBR013 masih ada sebanyak Rp4,29 triliun.
Jika ditilik secara persentase, artinya SBR013-T2 tenor 2 tahun jauh lebih diminati investor dibandingkan SBR013-T4 tenor 4 tahun.
Baca Juga
Sebelumnya, Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kemenkeu Deni Ridwan mengatakan pada saat awal penerbitan SBR013, pemerintah mematok target penjualan awal sebesar Rp15 triliun. Namun, jika minat masyarakat tinggi, maka tidak menutup kemungkinan pemerintah akan menambah kuota SBR013.
"Kami akan memperhatikan juga minat dari masyarakat, kalau memang tinggi minatnya, kami punya spare alokasi untuk bisa di upsize hingga Rp20 triliun. Jadi mungkin target antara Rp15 triliun-Rp20 triliun," ujar Deni kepada wartawan dalam acara Peluncuran SBR013 di Jakarta, Senin (10/6/2024).
Kendati demikian, dia juga mengungkap tantangan untuk penerbitan SBN ritel. Misalnya, dari faktor global, Kemenkeu mencermati potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi global yang dapat mempengaruhi kemampuan investasi masyarakat.
"Karena itu akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia, meskipun ekonomi Indonesia masih diprediksi bisa tumbuh di atas 5%. Tapi ini tentu menjadi sesuatu yang kami cermati, perlambatan ekonomi akan mempengaruhi alokasi investasi masyarakat."
Sejauh ini, Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) masih menahan suku bunga di kisaran 5,25%-5,5% pada pertemuan FOMC Juni 2024. Sementara itu, suku bunga Bank Indonesia (BI) saat ini di level 6,25% jelang Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 19-20 Juni 2024.