Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas tercatat anjlok di kala permintaan sebagai aset lindung nilai berkurang seiring dengan tensi geopolitik Timur Tengah yang mereda. Harga batu bara kini mengalami pelemahan dan crude palm oil (CPO) kembali menguat.
Berdasarkan data Bloomberg pada perdagangan Senin (22/4/2024), harga batu bara kontrak April 2024 di ICE Newcastle ditutup melemah -0,84% pada level US$129,50 per metrik ton Batu bara kontrak Mei 2024 juga melemah -2,65% ke US$138 per metrik ton.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa nilai ekspor batu bara Indonesia mengalami penurunan secara bulanan dan tahunan. Pada Maret 2024, nilai ekspor batu bara mencapai US$2,56 miliar.
Nilai tersebut menurun 1,13% jika dibandingkan pada Februari 2024 (month-to-month/mtm) yang mencapai US$2,59 miliar dan menurun 28,49% jika dibandingkan pada Maret 2024.
Namun, jika berdasarkan volume, ekspor batu bara meningkat dari 33,05 juta ton pada Februari 2024 menjadi 33,31 juta ton pada Maret 2024.
Sebelumnya, mengutip Reuters, pengiriman batu bara dari Rusia ke China menurun 21% pada Maret 2024 karena adanya sanksi Amerika Serikat (AS) dan penerapan kembali tarif impor sebesar 3%-6% yang memaksa eksportir untuk memotong harga.
Baca Juga
Di lain sisi, impor batu bara China secara keseluruhan Maret 2024 tidak mengalami perubahan pada tahun lalu, karena ditopang oleh pasokan yang berlebih dan rendahnya harga dalam negeri. Banyak konsumen juga hanya mengambil batu bara impor yang telah dibeli berdasarkan kontrak jangka panjang.
Indonesia tetap menjadi pemasok terbesar China pada Maret 2024. Namun pengiriman batu bara dari Tanah Air ke negeri tersebut menurun 9,9% menjadi 19,8 juta ton.
Harga Emas
Mengutip Reuters, Selasa (23/4/2024), harga emas di pasar spot ditutup turun 2,5% menjadi US$2,330.51 per ounce dan menandai penurunan harian terbesar dalam lebih dari setahun. Sementara emas berjangka AS ditutup 2,8% lebih rendah ke level US$2,346.4.
Harga emas sebelumnya telah mengalami pelemahan, karena berkurangnya permintaan aset dana lindung nilai setelah tensi geopolitik mereda di Timur Tengah.
Menurut kepala pasar institusional global di ABC Refinery di Sydney, Nicholas Frappell, dengan pihak Iran yang meremehkan respon israel dan mengisyaratkan tidak adanya pembalasan, telah menghilangkan sejumlah premi risiko dari pasar emas.
Di luar Timur Tengah, kini para pedagang fokus pada data ekonomi Amerika Serikat (AS), termasuk ukuran inflasi pilihan Federal Reserve yang akan memberikan lebih banyak petunjuk mengenai jalur kebijakan moneter.
Pada tahun ini, harga emas telah meningkat hampir 13% setelah lonjakan tertinggi baru-baru ini, dengan kenaikan yang didukung oleh pembelian bank sentral dan permintaan dari Asia, khususnya China.
Harga emas telah meningkat walaupun nilai tukar dolar AS dan imbal hasil Treasury bertenor 10 tahun mengalami peningkatan, yang biasanya menjadi faktor hambatan. Menimbang gal tersebut, berbagai bank seperti Goldman Sachs Group Inc. telah menaikkan target harga untuk logam mulia tersebut.
Harga CPO
Harga komoditas minyak kelapa sawit atau CPO berjangka kontrak Juli 2024 pada perdagangan Senin (22/4) telah menguat 14 poin ke 3.940 ringgit per ton di Bursa derivatif Malaysia. Kemudian, kontrak Juni 2024 juga ditutup menguat 16 poin menjadi 3.997 ringgit per ton.
Mengutip Bernama, Kontrak berjangka CPO telah berakhir lebih tinggi pada Senin (22/4). Dealer mengatakan bahwa hal ini dipengaruhi oleh menguatnya ekspor minyak sawit Malaysia pada April 2024.
Kepala riset komoditas Sunvin Group, Anilkumar Bagani, juga mengatakan bahwa sentimen pasar didukung oleh rendahnya produksi minyak sawit yang dapat menyebabkan penurunan stok minyak sawit Malaysia pada akhir April 2024.
Dia menuturkan bahwa ekspor minyak sawit Malaysia menurut Intertek Testing Services pada 1-20 April 2024 meningkat 10,18% menjadi 905.515 dibandingkan Maret 2024. Kemudian, menurut proyeksi AmSpec Agri Malaysia, ekspor meningkat 14,32% menjadi 900.290 ton dari bulan sebelumnya.
Selain itu, perdagangan minyak sawit David Ng menuturkan bahwa harga pasar yang lebih tinggi disebabkan oleh menguatnya harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade (CBOT) dan antisipasi terhadap laju produksi yang lemah pada April 2024.
"Oleh karena itu, kami melihat support di RM3.900 per ton dan resisten di RM4.100 per ton," jelasnya.