Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat menilai di tengah memanasnya tensi geopolitik global perusahaan sektor perbankan cenderung menahan diri untuk menerbitkan obligasi.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengatakan kondisi ini tentu akan memberi dampak pada bank yang memiliki portofolio dengan eksposur besar yang dipengaruhi situasi global.
“Akan tetapi, ketika core bisnisnya [bank] di dalam negeri, seperti pembiayaan UMKM, tentu situasinya berbeda,” ucapnya pada Bisnis, Rabu (17/4/2024).
Permintaan kredit relatif rendah saat ini juga menjadi pertimbangan bank untuk lebih berhati-hati dalam penerbitan obligasi.
“Ketika menerbitkan obligasi saat situasi ekonomi tidak baik maka [bank] harus mengkompensasi dalam suku bunga atau yield yang lebih tinggi, jadi beban yang ditanggung bank akan lebih tinggi,” ujarnya.
Bahkan, tren bank dalam menahan obligasi ini seiring dengan kondisi likuiditas bank yang masih relatif baik per Februari 2024. Tercermin dari rasio Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) 27,41% atau jauh di atas threshold masing-masing sebesar 10%.
Baca Juga
Meski begitu, seretnya penerbitan obligasi tidak berlangsung lama. Dia menyebut laju obligasi akan kencang pada akhir tahun seiring dengan permintaan kredit yang meningkat, termasuk didorong oleh momentum pesta demokrasi di level provinsi dan daerah.
Di sisi lain, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR) alias Bank BJB justru menyatakan kesiapannya dalam menggalang dana dari pasar modal melalui penerbitan obligasi pada tahun ini.
Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi mengatakan tahun ini perseroan memiliki beberapa rencana penerbitan. Pertama, perseroan memang target pada triwulan II/2024 untuk menerbitkan obligasi subordinasi dengan nilai emisi Rp1,5 triliun.
“Lalu di semester II/2024 juga ada rencana untuk obligasi berkelanjutan atau sustainable sekitar Rp1 triliun dan juga obligasi perpetual,” ujarnya pada Bisnis, Rabu (17/4/2024).
Dia menuturkan obligasi tersebut diterbitkan untuk kebutuhan pendanaan jangka panjang sekaligus untuk memperkuat permodalan bank baik tier-1 untuk perpetual bond dan tier-2 untuk sub debt.
Sebagai informasi, realisasi penerbitan surat utang korporasi perbankan mencapai Rp2,5 triliun pada kuartal I/2024. Bila dibandingkan tahun sebelumnya, pada 2023 dan 2022 masing-masing mencapai Rp13,14 triliun dan Rp14,54 triliun.
Seiring dengan realisasi surat utang perbankan, menilik Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) terpantau total jatuh tempo surat utang korporasi perbankan tahun ini mencapai Rp24,69 triliun.