Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai perdagangan Bursa Karbon hingga 28 Maret 2024 sebesar Rp35,30 miliar sejak diluncurkan pada September lalu.
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pengawas pasar modal Inarno mengatakan sejak diluncurkan hingga 28 Maret 2024, perdagangan bursa karbon mencatat 53 pengguna jasa yang mendapatkan izin.
“Dengan total volume 571.000 ton Co2e dan akumulasi nilai Rp35,30 miliar,” kata Inarno, Selasa (2/4/2024).
Rincian nilai transaksi adalah sebesar 27,89% dari pasar reguler, 15,76% di pasar nego dan 52,35% di lelang. Inarno mengatakan ke depan potensi pasar karbon masih besar mengingat terdapat 3.546 pendaftar yang terdapat di SRN-PPI dan tingginya potensi unit karbon yang ditawarkan.
Pada pemberitaan Bisnis sebelumnya Direktur Pengawasan Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Lufaldy Ernanda mengatakan, OJK siap untuk merambah perdagangan karbon ke luar negeri. Menurutnya, posisi Nationally Determined Contributions (NDC) atau target penurunan emisi gas rumah kaca sudah tercapai.
"Beberapa investor luar negeri itu sudah datang ke OJK, mereka sangat tertarik untuk membeli karbon di Indonesia. Namun, memang kami harus siapkan semua seperti barangnya, prospektusnya, dan kerja sama dengan kementerian terkait,” ujar Lufaldy di Jakarta, dikutip Rabu (20/3/2024).
Baca Juga
Lebih lanjut dia mengatakan, di pasar karbon internasional sudah terjadi perdagangan aktif dengan lembaga sertifikasi karbon seperti Verra asal Amerika Serikat (AS) maupun Gold Standard asal Swiss.
Sementara itu di Indonesia, unit karbon yang diperdagangkan di bursa karbon mencakup Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPEGRK) dan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) yang tercatat dalam SRN PPI oleh KLHK.