Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konflik di Yaman Makin Memanas, Harga Emas Nyaman di Harga Atas

Risiko geopolitik di Timur Tengah yang tinggi ikut mengerek harga emas sebagai salah instrumen safe haven.
Tumpukan emas batangan 1 kilogram di YLG Bullion International Co. Bangkok, Thailand pada Jumat (22/12/2023). - Bloomberg/Chalinee Thirasupa
Tumpukan emas batangan 1 kilogram di YLG Bullion International Co. Bangkok, Thailand pada Jumat (22/12/2023). - Bloomberg/Chalinee Thirasupa

Bisnis.com, JAKARTA – Risiko geopolitik di Timur Tengah yang tinggi ikut mengerek harga emas sebagai salah instrumen safe haven.

Analisis Deu Calion Futures (DCFX) Andrew Fischer mengungkapkan harga emas terus merangkak naik, didorong oleh eskalasi krisis di Timur Tengah yang meningkatkan permintaan aset safe haven. Fischer melihat, hal ini membantu memperkuat posisi logam mulia, meskipun data inflasi AS yang dirilis lebih kuat dari perkiraan.

Serangkaian serangan yang dilakukan oleh pasukan AS dan Inggris terhadap kelompok Houthi di Yaman, yang bersekutu dengan Iran, sebagai respons terhadap serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah, turut memperbesar ketegangan di kawasan tersebut.

Sementara itu, konflik antara Israel dan Palestina juga memuncak, dianggap sebagai pemicu agresi baru-baru ini oleh Houthi.

“Situasi ini mengakibatkan lonjakan permintaan untuk aset safe haven seperti emas. Penyelamatan investor ke aset yang dianggap lebih tradisional, terutama dalam situasi risiko geopolitik tinggi, turut menguatkan harga emas meski data inflasi AS menunjukkan kenaikan yang signifikan,” tulisnya dalam riset, Senin (15/1/2024).

Meskipun angka inflasi AS lebih tinggi dari perkiraan pada bulan Desember, indeks harga konsumen menunjukkan pertumbuhan yang sedikit di atas prediksi. Hal ini, ditambah dengan kestabilan baru-baru ini di pasar tenaga kerja, memberikan Federal Reserve sedikit insentif untuk menurunkan suku bunga lebih awal.

Namun, para trader masih mempertahankan ekspektasi pemangkasan suku bunga awal oleh The Fed. Berdasarkan Fedwatch tool dari CME, peluang lebih dari 70% diperkirakan terjadi pada bulan Maret, naik dari peluang sebelumnya yang mencapai 64% sebelum data inflasi dirilis.

Dorongan kecil bagi dolar setelah angka Inflasi AS (CPI/Consumer Price Index) membantu menjaga harga emas tetap stabil. Prediksi bahwa logam mulia akan mendapatkan keuntungan dari tingkat suku bunga yang lebih rendah, mengingat suku bunga yang tinggi dapat meningkatkan biaya peluang investasi dalam emas.

“Dalam konteks teknis, potensi support untuk harga emas berada di US$2.017,30, sementara resistance terlihat di US$2.067,15,” imbuhnya.

Menurutnya harga emas masih memiliki potensi yang cukup besar untuk melanjutkan kenaikan, meskipun saat ini cenderung mengalami koreksi yang signifikan. Fischer menilai bahwa kendati terjadi penurunan saat ini, potensi kenaikan masih mungkin terjadi dalam waktu dekat.

Faktor utama yang mempengaruhi pandangan positif terhadap emas adalah konflik geopolitik di Timur Tengah yang terus meluas dan menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor. Dalam suasana ketidakpastian terhadap ekonomi global, investor cenderung beralih ke aset safe haven seperti emas. Fischer melihat bahwa analisis harga menunjukkan adanya potensi untuk mencapai harga tertinggi setelah emas cukup lama berada dalam tren penurunan, dan saat ini, harga emas telah mencapai garis support yang dapat menjadi titik pendorong untuk kenaikan lebih lanjut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Pandu Gumilar
Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper