Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di hari perdana perdagangan berpotensi mengalami penguatan seiring sentimen penurunan suku bunga oleh The Fed tahun ini, Selasa (2/1/2024).
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memprediksi untuk awal perdagangan perdana 2024 mata uang rupiah berpotensi fluktuatif namun bisa ditutup menguat di rentang Rp15.350- Rp15.420 per dolar AS.
Menurutnya rupiah menguat menyambut Indonesia yang bakal menyelenggarakan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 14 Februari 2024. Jika Pilpres diselenggarakan hanya satu putaran hasilnya akan lebih baik bagi investasi.
“Saat ini investor terutama investor sektor riil wait and see, dan menunggu siapa presiden yang bakal terpilih dan menunggu kebijakan apa yang bakal dikeluarkan,” kata Ibrahim dalam risetnya, Selasa (2/1/2024).
Kendati demikian, kata Ibrahim jika Pilpres berjalan dua putaran maka investor akan mengambil sikap wait and see hingga Juni 2024. Oleh karena itu, pada pemilu tahun 2024, ekonomi Indonesia belum tentu lebih baik dari tahun 2023 karena adanya Pilpres.
“Para calon presiden diharapkan tidak membuat kegaduhan. Ini demi mengantisipasi agar investor tidak menempatkan uang mereka di luar negeri,” kata Ibrahim.
Dia menambhkan Pilpres yang sejuk dan damai yang diinginkan oleh investor. Sehingga investor tidak ada ketakutan untuk menempatkan dananya di pasar dalam negeri.
Tahun politik 2024, lanjutnya harus dicermati dengan baik. Apalagi sejumlah negara didunia juga akan menyelenggarakan pemilu, termasuk India, Taiwan, Korea Selatan, dan Amerika serikat. Pemilu India bakal berpengaruh terhadap dinamika politik di Asia, mengingat populasi negara tersebut yang sangat besar.
Adapun rupiah menutup akhir tahun 2023 dengan menguat ke level Rp15.399 per dolar AS. Mayoritas mata uang Asia juga perkasa di hadapan greenback.
Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (29/12/2023), rupiah ditutup naik 0,12% atau 18,50 poin ke Rp15.399 per dolar AS, sementara indeks yang mengukur kekuatan greenback melemah 0,09% atau 0,09 poin ke 101,13 pada 15.15 WIB.
Mata uang Asia seperti yen Jepang naik tipis 0,01%, yuan China terapresiasi 0,24%, ringgit Malaysia menguat 0,44%, dolar Singapura naik 0,20%, dan dolar Hong Kong menguat tipis 0,02%. Adapun won Korea Selatan melemah sendirian 0,18% di hadapan dolar AS.
Adapun 2023 merupakan tahun yang bergejolak untuk dolar AS. Dolar tampaknya akan mengakhiri tahun 2023 dengan kerugian, setelah mengalami keuntungan selama dua tahun berturut-turut.
Mengutip Reuters, dolar AS terseret oleh ekspektasi pasar bahwa Federal Reserve AS dapat mulai menurunkan suku bunga pada awal Maret mendatang. Greenback secara umum tetap melemah pada hari perdagangan terakhir tahun ini, di tengah jeda liburan menjelang Tahun Baru.
Sejak The Fed meluncurkan siklus kenaikan suku bunga yang agresif pada awal tahun 2022, ekspektasi mengenai seberapa jauh kenaikan suku bunga AS telah menjadi pendorong besar pergerakan dolar selama dua tahun terakhir. Kini keadaan berbalik dan justru menjadi momentum mata uang lain termasuk di kawasan Asian untuk bersinar.
Pengamat Pasar Keuangan Ariston Tjendra mengatakan, berdasarkan pertemuan The Fed terakhir, pasar mengantisipasi pemangkasan suku bunga acuan dapat terjadi sebanyak dua hingga tiga kali pada 2024.
"Potensi penguatan rupiah terhadap dolar AS terbuka di awal tahun karena sinyal pemangkasan suku bunga The Fed. Potensi ke Rp15.300-Rp15.200," ujar Ariston kepada Bisnis,
Adapun, The Fed masih menahan suku bunga acuan di kisaran 5,25%-5,5%. Sedangkan Bank Indonesia (BI) juga masih menahan BI rate di level 6% jelang tutup tahun 2023.
Kendati demikian, menurutnya keputusan pemangkasan suku bunga The Fed masih bergantung dengan perkembangan inflasi AS yang menjadi target kebijakan suku bunga Fed Fund Rate. Jika The Fed memandang inflasi sulit turun ke target 2%, maka Bank Sentral AS itu bisa menahan suku bunga acuan di level tinggi lebih lama.
"Kalau dari ekspektasi pasar, banyak yang memprediksi penurunan suku bunga Fed terjadi di Mei 2024, namun tetap bergantung kepada data inflasi AS," katanya.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Doni Primanto Joewono menyampaikan bahwa penguatan nilai tukar rupiah pada penghujung 2023 tersebut dipicu oleh berbagai upaya stabilisasi dan mulai meredanya ketidakpastian di pasar keuangan global.
Hal ini utamanya dipengaruhi oleh suku bunga the Fed, bank sentral AS, yang diperkirakan telah mencapai puncaknya dan berpotensi turun pada tahun depan.
“Nilai tukar rupiah sangat kuat, bagus, di bawah Rp15.400 per dolar AS, dan tentunya ini karena beberapa kebijakan, karena meredanya ketidakpastian,” katanya.
Apresiasi nilai tukar rupiah ini juga didukung oleh masuknya aliran portofolio asing, menariknya imbal hasil aset keuangan domestik, dan prospek ekonomi Indonesia yang tetap positif.
Terkait kebijakan, Doni mengatakan bahwa BI ke depan akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah, perbankan dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas devisa hasil ekspor (DHE) SDA, sejalan dengan PP No. 36/2023.