Bisnis.com, JAKARTA - Harga Bitcoin akhirnya tembus US$40.000 atau sekitar Rp617 juta. Nilai tersebut mencatat rekor tertinggi sejak Mei 2022.
Bitcoin, sebagai aset kripto terbesar, memperpanjang rebound di tengah ekspektasi menurunnya suku bunga dan permintaan yang lebih besar dari dana yang diperdagangkan di bursa.
Mengutip Bloomberg, Senin (4/12/2023) Bitcoin telah menambah sekitar 1% menjadi US$40,005 pada Senin pagi (4/12) pukul 7.22 waktu Singapura atau pukul 6.22 WIB, menjadikan lonjakan pada tahun ini sebesar 142%.
Terakhir, Bitcoin berada di level US$40,000 sebelum keruntuhan stablecoin TerraUSD yang berkontribusi pada kehancuran aset digital dan rantai keruntuhan di sektor kripto.
Lantas, faktor apa yang membuat harga Bitcoin menyentuh rekor baru di level US$40.000 atau Rp617 juta?
Investor semakin yakin bahwa bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) selesai dengan kenaikan suku bunga karena inflasi mereda. Perhatian investor kemudian beralih ke sejauh mana pemotongan suku bunga pada 2024. Latar belakang ini lah yang memicu reli di pasar global.
Baca Juga
Industri aset digital juga menunggu hasil permohonan dari perusahaan seperti BlackRock Inc. untuk meluncurkan ETF Bitcoin spot AS yang pertama.
Menurut Bloomberg Intelligence, diperkirakan sejumlah dana tersebut akan mendapatkan persetujuan Komisi Sekuritas & Bursa pada bulan Januari 2024.
“Bitcoin terus didukung oleh optimisme seputar persetujuan SEC untuk ETF dan penurunan suku bunga Fed pada tahun 2024,” terang analis pasar di IG Australia Pty, Tony Sycamore.
Dia juga menambahkan bahwa pola grafik teknis mengarah ke US$42,330 sebagai level berikutnya yang harus diperhatikan.
Sebelumnya, rebound Bitcoin menjadi kabar baik atas kehancuran kripto pada 2022 telah melewati pukulan keras dari pemerintah AS yang memvonis Sam Bankman-Fried dipenjara lantaran penipuan di FTX dan denda besar kepada Binance dan pendirinya, Changpeng Zhao.
Kelompok yang optimis berpendapat bahwa dorongan untuk mengekang praktik-praktik yang meragukan dan banyaknya aplikasi ETF, menandakan industri yang semakin matang dan potensi perluasan basis investor untuk aset digital.
Namun, pemulihan dalam taruhan suku bunga atau hambatan tak terduga bagi ETF mungkin bisa menggagalkan Bitcoin. Tetapi untuk saat ini suasana pasar optimis.
Kemudian, halving Bitcoin yang akan jatuh tempo pada 2024, dapat memotong setengah jumlah token yang diterima penambang (miner) Bitcoin sebagai imbalan atas pekerjaan mereka.
Peristiwa setiap empat tahun tersebut merupakan bagian dari proses membatasi pasokan Bitcoin sebanyak 21 juta token, yang nilainya dapat mencapai rekor setelah setiap tiga halving terakhir.
Adapun, Bitcoin dan token yang lebih kecil seperti Ether dan BNB masih jauh dibawah level tertinggi sepanjang masa, yang dicapai selama era pandemi, dengan token terbesar mencapai hampir US$69,000 atau sekitar Rp1 miliar pada November 2021.