Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi membantah tudingan adanya muatan politis di balik perpanjangan bantuan pangan beras hingga Juni 2024.
Arief menegaskan program bantuan beras tersebut merupakan upaya pemerintah menjaga daya beli masyarakat berpenghasilan rendah dan inflasi dari harga beras. Menurutnya, keputusan perpanjangan bantuan beras itu telah melalui pertimbangan mendalam.
"Kita pastikan penyaluran ke masyarakat selalu tepat sasaran dan tidak ada muatan politis, mengingat sudah memasuki tahun politik seperti saat ini. Masyarakat dan segenap elemen bisa mengawasi bersama," ujar Arief dalam keterangan resmi, Minggu (19/11/2023).
Arif menambahkan, pertimbangan lainnya yaitu adalah adanya proyeksi panen raya tahun depan akan mundur sekitar 1-2 bulan dari biasanya mulai panen raya pada Maret-April.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat puncak produksi beras tertinggi secara bulanan terjadi pada Maret 2022 mencapai 5,49 juta ton, dan Maret 2024 mencapai 5,13 juta ton.
Di sisi lain, permintaan beras akan meningkat pada momentum pemilihan umum (pemilu) di Februari 2024 dan Idul Fitri di April 2024.
Baca Juga
"Untuk itu, Presiden Joko Widodo meminta untuk selalu memperkuat stok CBP [Cadangan Beras Pemerintah] yang nantinya disalurkan melalui bantuan pangan beras kepada 22 juta KPM [Keluarga Penerima Manfaat] hingga Juni 2024," kata Arief.
Lebih lanjut, dia mengaku bakal mengantisipasi pergeseran panen raya tahun depan dengan memperkuat stok CBP untuk kebutuhan bantuan pangan selama 6 bulan di 2024. Adapun Bulog membutuhkan sekitar 1.320.244 ton untuk kebutuhan bantuan pangan di tahun depan.
Arief menyebut total keluarga penerima bantuan beras di 2024 seanyak 22.004.077 KPM berdasarkan data Penasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
Jumlah penerima tersebut lebih banyak dari jumlah penerima bantuan pangan tahun ini sebanyak 21,3 juta KPM yang berasal dari DTKS Kemensos.
Meskipun sumber CBP di antaranya berasal dari importasi, ia mengatakan beras untuk bantuan pangan itu tidak akan menekan harga di tingkat petani. Sebaliknya, dia optimistik bantuan beras dapat berperan menekan harga beras dan inflasi beras di tingkat konsumen.
Dia merujuk pada data BPS yang mencatat adanya penurunan inflasi beras secara bulanan. Pada September 2023 saat bantuan beras tahap II dimulai, inflasi beras tercatat 5,61% month-to-month (mtm), kemudian angkanya berangsur turun menjadi 1,72% (mtm) pada Oktober 2023.
"Kita memang melakukan pengadaan beras dari luar untuk stok CBP, tapi itu selalu terukur dan dijamin tidak membuat harga di level petani menjadi anjlok," jelasnya.
Sebelumnya, Peneliti Center of Reform on Economics (Core), Eliza Mardian justru menilai perpanjangan bantuan pangan beras semata-mata dilakukan pemerintah untuk menjaga stabilitas masyarakat selama tahun politik 2024. Musababnya, ada potensi Pemilihan Presiden (Pilpres) dilakukan 2 putaran hingga pertengahan 2024.