Bisnis.com, JAKARTA – Perekonomian Indonesia dinilai mulai memasuki tren perlambatan yang cukup dalam. Kondisi perlambatan tercermin dari pertumbuhan ekonomi kuartal III/2023 yang tercatat sebesar 4,94% secara tahunan.
Capaian pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan kuartal II/2023 yang sebesar 5,17%, juga jauh lebih rendah dibandingkan kuartal III/2021 yang sebesar 5,73% secara tahunan.
"Realisasi pertumbuhan ekonomi ini mengakhiri tren pertumbuhan di atas 5 persen selama 7 kuartal terakhir. Artinya Indonesia mulai memasuki periode perlambatan ekonomi yang cukup dalam," kata Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati melalui keterangan resmi, Kamis (9/11/2023).
Komisi XI adalah pengelompokan anggota DPR yang mengawasi sektor keuangan, dengan mitra kerja Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, hingga Kementerian Keuangan.
Anis mengatakan bahwa windfall commodity telah berakhir, terlihat dari harga komoditas utama Indonesia yang mulai mengalami penurunan harga secara perlahan, misalnya minyak sawit, batu bara, dan nikel.
"Pelemahan ini bisa berdampak besar mulai dari pertumbuhan ekonomi, pendapatan negara, ekspor, hingga kemampuan daya beli masyarakat," kata dia.
Baca Juga
Anis menilai, pelemahan harga komoditas utama Indonesia, memberikan dampak yang signifikan terhadap kondisi perdagangan internasional Indonesia.
"Terkoreksinya sumber pertumbuhan net ekspor selaras dengan kinerja perdagangan nasional yang melemah. Indonesia kembali memasuki jalur lambat pertumbuhan ekonomi," jelasnya.
Lebih lanjut, perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2023 dinilai menjadi sinyal tanda bahaya bahwa Indonesia masuk dalam tren perlambatan ekonomi.
Upaya Indonesia untuk bisa keluar dari stagnasi pertumbuhan 5 persen juga dinilai belum cukup kuat.
Kondisi ini, imbuhnya, tentu akan menjadikan langkah Indonesia untuk mengakhiri tahun 2023 dengan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, sebagaimana target dalam APBN menjadi langkah yang sangat sulit.