Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) masih mempertimbangkan pembentukan bursa kopi.
Kepala Bappebti, Didid Noordiatmoko mengatakan kopi masuk dalam daftar komoditas strategis yang tengah dikaji untuk dibuatkan bursa seperti crude palm oil (CPO).
"Tentu kajiannya sudah kita mulai dan sebetulnya bukan cuma kopi tapi komoditas strategis lainnya kita punya karet, kakao," ujar Didid saat ditemui di kawasan Senayan, Jumat (13/10/2023).
Didid membeberkan, dalam kajian pembentukan bursa kopi masih menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan. Bappebti masih akan mengajak berbagai pihak untuk berdiskusi lebih lanjut ihwal untung rugi bursa kopi.
Menurutnya, ada beberapa pelaku ekspor kopi justru menolak dibentuk bursa. Mereka keberatan dan mengusulkan agar acuan harga kopi merujuk pada negara produsen kopi nomor satu dunia, Brasil. Di sisi lain, para petani kopi memberikan dukungan positif terhadap rencana pembentukan bursa kopi.
Didid menjelaskan, pembentukan bursa kopi tidak akan sama dengan bursa CPO. Kedua komoditas memiliki karakteristik yang berbeda. Kopi cenderung lebih tahan lama dibandingkan CPO. Oleh karena itu, Didid belum bisa memastikan target waktu peluncuran bursa kopi.
Baca Juga
"Tapi sekali lagi, ini masih dalam tahap kajian. Belum semua aktor kami ajak bicara," ucap Didid.
Sementara itu, Ketua Departemen Spesialisasi dan Industri, Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI), Moelyono Soesilo memandang Indonesia harus segera membentuk bursa kopi sendiri. Musababnya, dia menyebut potensi perdagangan dalam bursa kopi cukup besar.
Selama ini perdagangan kopi Indonesia mengacu pada transaksi di bursa London. Dia menyebut perdagangan kopi di bursa London bisa mencapai 25.000 lot dengan volume sekitar 250.000 ton biji kopi.
"Nilainya harga saat ini sekitar US$500 juta. Potensi besar, kita bisa ambil 10% nya saja kan US$50 jita kan besar. Jadi sebenarnya kesempatan saat ini bergeser ke Asia, [RI] harus cepat tangkap," ungkap Moelyono saat ditemui di Kawasan Grogol, Rabu (11/10/2023).
Moelyono mengatakan Vietnam dan China bahkan telah melaju ke arah potensi bursa kopi tersebut. Padahal, China bukan produsen kopi, tapi kata Mulyoni Negeri Tirai Bambu itu berencana membuat bursa kopinya sendiri.
"Jangan sampai kesempatan ini diambil alih oleh negara lain kan sayang," tuturnya.
Selain itu, Moelyono mengatakan keuntungan dari adanya bursa kopi bakal memberikan kemudahan bagi eksportir. Di antaranya melindungi harga kopi anjlok dan menghindari gejolak kurs rupiah terhadap mata uang asing. Sebagian besar pembeli kopi Indonesia dari wilayah Asia Tenggara, kata dia, cenderung setuju dan mendukung pembentukan bursa kopi di Indonesia.
"Kalau dalam bentuk Rupiah Indonesia kan sudah enggak usah pusing-pusing masalah kurs juga. Itu harapannya sih," kata Moelyono.
Kendati begitu, Moelyono mengakui adanya tantangan dalam menjalankan bursa kopi di Indonesia, yakni ihwal likuiditas. Penjual kopi yang lebih banyak di bursa dikhawatirkan tidak memiliki jumlah pembeli yang memadai.
"Yang akan mau masuk jual kopi banyak, tapi problemnya gimana ada yang mau beli kopi itu sendiri. Padahal kita kan juga harus menggerakan industri untuk mau bergabung ke bursa itu sendiri," tutur Moelyono.