Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

S&P 500 & Dow Jones Ambruk Tertekan Rilis Data Inflasi AS, IHSG Lanjut Menghijau

Wall Street bervariasi pada perdagangan Jumat (29/9/2023) dengan indeks S&P 500 dan Dow Jones melemah usai rilis data inflasi AS. Adapun IHSG berakhir hijau.
Karyawan berada di Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (27/6/2022). Bloomberg/Michael Nagle
Karyawan berada di Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (27/6/2022). Bloomberg/Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA — Bursa saham Amerika Serikat di Wall Street, New York bervariasi pada perdagangan Jumat (29/9/2023) waktu setempat dengan indeks S&P 500 berakhir lebih rendah lantaran para investor mencerna implikasi laporan inflasi AS terhadap kebijakan suku bunga Federal Reserve dan menyesuaikan portofolio mereka pada hari terakhir kuartal ketiga yang lemah untuk saham.

Mengutip Reuters, Sabtu (30/9/2023), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup turun 0,47 persen atau 158,84 poin ke 33.507,50, S&P 500 melemah 0,27 persen atau 11,65 poin ke 4.288,05, dan Nasdaq terapresiasi 0,14 persen atau 18,05 poin ke 13.219,32.

S&P 500 dan Nasdaq membukukan persentase penurunan bulanan terbesar tahun ini, sementara ketiga indeks utama mengalami penurunan kuartalan pertama pada tahun 2023.

Data menunjukkan indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE), tidak termasuk komponen pangan dan energi yang mudah berubah, meningkat 3,9 persen secara tahunan di bulan Agustus, pertama kalinya dalam dua tahun terakhir indeks tersebut turun di bawah 4 persen. The Fed melacak indeks harga PCE untuk target inflasi 2 persen.

Saham-saham sempat terdorong lebih tinggi pada awalnya setelah laporan PCE namun kemudian melemah.

Data tersebut mengungkapkan “gambaran inflasi yang lebih baik dari perkiraan namun masih meningkat,” kata Eric Freedman, kepala investasi di U.S. Bank Asset Management.

Freedman melanjutkan, “kita berada di akhir kuartal, dan dengan berakhirnya kuartal muncul berbagai aktivitas baik di pasar saham maupun obligasi,” katanya.

Di antara sektor-sektor indeks S&P 500, sektor energi merosot sekitar 2 persen, sementara sektor keuangan turun 0,9 persen. Energi masih menjadi sektor yang memperoleh keuntungan terbesar pada kuartal ketiga.

“[Sektor] Energi dan keuangan relatif meningkat dan mereka merasakan efek penyeimbangan kembali hari ini,” kata Freedman.

Untuk kuartal ini, S&P 500 turun sekitar 3,6 persen, Dow Jones melemah 2,6 persen, dan Nasdaq merosot 4,1 persen. Pada bulan September, S&P 500 turun 4,9 persen, Dow turun 3,5 persen, dan Nasdaq turun 5,8 persen.

Data PCE yang sangat dinanti ini mengikuti prospek jangka panjang The Fed yang hawkish pada minggu lalu, yang telah mengguncang pasar saham karena imbal hasil obligasi AS naik ke level tertinggi dalam 16 tahun.

“Investor ekuitas akhirnya sadar akan The Fed dan komentarnya jika harga akan lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama, dan ada alternatif selain saham,” kata Paul Nolte, penasihat kekayaan senior dan ahli strategi pasar di Murphy & Sylvest Wealth Management.

Investor juga memperhatikan Washington. Partai Republik garis keras di Dewan Perwakilan Rakyat AS menolak rancangan undang-undang yang diusulkan oleh pemimpin mereka untuk mendanai sementara pemerintah, sehingga memastikan bahwa sebagian lembaga federal akan ditutup mulai Minggu.

Para pedagang juga khawatir bahwa dana JP Morgan senilai US$16 miliar, yang diperkirakan akan mengatur ulang posisi opsinya pada hari Jumat, akan menjadi sumber volatilitas pasar lainnya.

Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Jumat (29/9/2023) atau perdagangan terakhir kuartal III/2023 naik 2,06 poin atau 0,03 persen menjadi 6.939,83. Sepanjang 2023, IHSG naik 1,3 persen.

Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan pelaku pasar masih akan melihat perkembangan arah suku bunga Amerika Serikat yang diprediksi masih akan berada di level yang tinggi lebih lama, sehingga lebih berhati-hati dalam berinvestasi. 

"Oleh karena itu, Panin AM menilai bahwa level wajar IHSG di akhir tahun 2023 adalah 7.400," kata Rudiyanto kepada Bisnis, Jumat (29/9/2023).

Sementara itu, lanjut Rudiyanto, suku bunga acuan BI masih dipertahankan di level 5,75 persen, tetapi juga menyesuaikan dengan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. 

Rudiyanto juga menjelaskan sentimen negatif terhadap IHSG akan datang dari ketidakpastian ekonomi Amerika Serikat, dimana Federal Funds Rate (FFR) diprediksi masih akan mengalami kenaikan 1 kali lagi di tahun 2023, sehingga investor asing bersikap wait and see. Sementara itu, keadaan ekonomi Indonesia masih dalam keadaan yang baik.

Senada dengan Rudiyanto, Equity & Fixed Income Analyst KGI Sekuritas Rovandi mengatakan sentimen terhadap IHSG juga akan datang dari suku bunga The Fed yang berpotensi meningkat satu kali lagi, dan juga potensi kenaikan dari suku bunga BI. Selain itu, rupiah yang berada di atas level Rp15.000 juga menurut Rovandi akan menjadi sentimen bagi IHSG. 

Cadangan devisa yang berpotensi mengecil melihat ekspor-impor yang mulai berkurang, dan harga komoditas ekspor batu bara yang belum pulih juga diperkirakan akan menjadi sentimen bagi IHSG.

"Akan tetapi, menjelang Pemilu, IHSG biasanya menguat," tutur Rovandi, dihubungi Jumat (29/9/2023).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ibad Durrohman
Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper