Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hari ini berisiko melemah hingga ke Rp15.400 dengan agenda pertemuan The Fed di depan mata.
Prediksi laju pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan depan dibayangi keputusan Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) soal suku bunga. Adapun, The Fed akan menggelar pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 19-20 September 2023.
Pada perdagangan akhir pekan, Jumat (15/9/2023), rupiah ditutup melemah tipis 0,50 poin di level Rp15.355 per dolar AS. Sedangkan indeks mata uang Negeri Paman Sam tersebut juga tergelincir 0,17 persen atau 0,18 poin ke level 105,22.
Pengamat Pasar Keuangan, Ariston Tjendra mengatakan, inflasi AS yang masih belum juga turun ke level target 2 persen membuka ekspektasi bahwa Bank Sentral AS masih akan menahan suku bunga acuannya di level tinggi untuk waktu yang lebih lama, dan ini juga membuka kemungkinan kenaikan suku bunga acuan 25 basis poin lagi.
"Selama inflasi belum turun, The Fed pasti akan mengambil tindakan atau kebijakan moneter yang lebih ketat seperti menaikkan suku bunga acuan lagi. Tapi tentunya The Fed tidak akan tergesa-gesa karena ada konsekuensi pelambatan ekonomi bila suku bunga acuan terus dinaikkan," ujar Ariston kepada Bisnis dikutip Minggu, (17/9/2023).
Seperti diketahui, inflasi AS naik dari sebelumnya 3,2 persen menjadi 3,7 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Sedangkan secara bulanan, inflasi AS Agustus 2023 naik dari sebelumnya 0,2 persen menjadi 0,6 persen month-to-month (mtm).
Baca Juga
Kendati inflasi AS secara keseluruhan mengalami kenaikan, inflasi inti yoy mengalami penurunan dari sebelumnya 4,7 persen menjadi 4,3 persen.
Dengan sederet data ekonomi AS tersebut, Ariston mengatakan untuk FOMC pekan depan, The Fed diprediksi masih akan tetap menahan suku bunga acuan di level saat ini yaitu di kisaran 5,25-5,50 persen. Namun, The Fed masih membuka opsi kenaikan suku bunga satu kali lagi ke level 5,75 persen, setidaknya hingga akhir tahun.
Tak hanya soal suku bunga The Fed, menurutnya faktor lain yang bisa memengaruhi rupiah adalah perekonomian China. Bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) memangkas rasio cadangan perbankan sebesar 25 basis poin menjadi 7,4 persen yang berlaku mulai Jumat (15/9/2023) guna mendukung pengeluaran pemerintah untuk menstimulasi ekonomi yang melambat.
Di lain sisi, sentimen positif untuk rupiah datang dari dalam negeri, yaitu surplus neraca perdagangan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2023 surplus sebesar US$3,12 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan surplus pada Juli 2023 sebesar US$1,29 miliar.
"Data neraca perdagangan yang kembali surplus meskipun mengalami penurunan ekspor dan impor juga bisa memberikan sentimen positif untuk rupiah. Tapi di sisi lain, harga minyak mentah yang terus naik bisa memberikan tekanan untuk rupiah karena Indonesia sebagai net importir minyak mentah," jelasnya.
Ariston mengatakan, dengan sederet sentimen yang berdampak ke rupiah, terutama penerapan suku bunga tinggi The Fed, nilai tukar rupiah pekan depan diprediksi melemah ke arah Rp15.400 per dolar AS.
"Namun bila the Fed memberikan sinyal tidak akan menaikan suku bunga lagi, rupiah bisa menguat ke arah support Rp15.280 hingga Rp15.300 untuk pekan depan," pungkasnya.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, mata uang rupiah pada hari ini akan fluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp15.320- Rp15.390.
Hal tersebut karena The Fed diperkirakan masih akan mempertahankan suku bunganya pada pertemuan minggu ini, namun ketahanan perekonomian kemungkinan berarti bahwa bank sentral AS akan mengulangi sikap hawkishnya.