Bisnis.com, JAKARTA - PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk. (ULTJ) merespons rencana pemerintah yang ingin menerapkan pengenaan cukai pada produk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) mulai tahun depan.
Keseriusan pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan itu kembali tertuang dalam Buku Nota II Keuangan beserta Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024.
Menyitir laporan itu, definisi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) menurut kacamata pemerintah adalah minuman kemasan dengan kandungan gula dan pemanis alami atau buatan, yang dikemas baik secara bersama-sama maupun terpisah.
Adapun latar belakang pemerintah untuk menerapkan ekstensifikasi cukai terhadap MBDK adalah tingginya prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia, seperti diabetes mellitus tipe II.
Selain dari sisi kesehatan, pemerintah juga memandang perluasan barang kena cukai atau BKC perlu dilakukan untuk mendorong penerimaan negara dari cukai, yang selama ini bergantung pada tembakau. Alhasil, kebijakan tersebut rencananya bakal diterapkan pada 2024.
Jika pengenaan cukai MBDK benar diberlakukan pada tahun depan, kebijakan tersebut akan menjadi tantangan tersendiri bagi emiten-emiten penghasil produk minuman manis, salah satunya ULTJ.
Baca Juga
Secara rinci, ULTJ membukukan total penjualan bruto senilai Rp4,59 triliun sepanjang semester I/2023. Dari jumlah tersebut, penjualan produk minuman berkontribusi senilai Rp4,55 triliun baik yang dijual kepada pihak ketiga maupun ekspor.
Merespons rencana pemerintah, Corporate Secretary Ultrajaya Helina Widayani mengaku belum bisa memberikan tanggapan secara detail karena kebijakan cukai MBDK masih rencana dan belum diterapkan.
“Kami lihat nanti bagaimana regulator menangani masalah ini, baik dari sistem pemajakannya maupunnya nilainya, karena efek ini bukan saja ke pengusaha tetapi pada akhirnya ke konsumen juga,” tuturnya saat dihubungi Bisnis, pekan lalu.
Kendati demikian, Ultrajaya tetap menyiapkan sejumlah langkah mitigasi jika pengenaan cukai resmi diberlakukan. Helina menyampaikan perseroan bakal melakukan analisa terhadap biaya dan market product untuk melihat langkah alternatif yang perlu dilakukan.
“Kontribusi gula sekitar 5–6 persen dari total cost product, apakah nilai pajak nantinya signifikan atau tidak? Kami lihat nanti final tax-nya,” ujarnya.