Bisnis.com, JAKARTA — Emiten milik Garibaldi ‘Boy’ Thohir PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 25,97 persen sepanjang semester I/2023 akibat harga jual batu bara yang lebih rendah.
Selama kurun Januari—Juni 2023, perusahaan pertambangan batu bara tersebut mengakumulasi laba tahun berjalan sebesar US$995,96 juta atau sekitar Rp14,93 triliun (kurs Jisdor Bank Indonesia Rp15.000 per Juni 2023). Laba ini lebih rendah 25,97 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2022 yang menembus US$1,34 miliar.
Turunnya laba bersih ADRO tidak terlepas dari koreksi pendapatan bersih yang mencapai 1,75 persen year-on-year (YoY) dari US$3,54 miliar atau sekitar Rp52,70 triliun menjadi US$3,47 miliar yang setara Rp52,18 triliun.
Penurunan ini terjadi meskipun volume penjualan ADRO selama periode ini menembus 32,62 juta ton atau naik 19 persen secara tahunan. Penurunan harga jual rata-rata batu bara 18 persen menjadi penyebab kenaikan volume jual tidak dinikmati seutuhnya oleh perusahaan.
“Paruh pertama 2023 menunjukkan kekuatan operasional Adaro di tengah fluktuasi harga dan kenaikan biaya. Walaupun ada tantangan-tantangan ini, kami berhasil mencatat margin yang sehat dengan menghasilkan laba inti US$1,02 miliar,” kata Presiden Direktur sekaligus CEO Adaro Energy Indonesia Garibaldi Thohir, Selasa (22/8/2023).
Kenaikan beban memang makin menekan performa profitabilitas ADRO. Selama semester I/2023, beban pokok pendapatan naik 34,09 persen menjadi US$2,03 miliar dari sebelumnya US$1,51 miliar.
Baca Juga
Kenaikan beban pokok pendapatan terutama disebabkan oleh biaya royalti PT Adaro Indonesia (AI) yang meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Total biaya bahan bakar naik 13 persen, seiring kenaikan 17 persen pada konsumsi bahan bakar.
Begitu pula beban usaha yang naik hingga 68,17 persen secara tahunan menjadi US$240,63 juta dibandingkan dengan semester I/2022 di US$143,09 juta. Kenaikan ini disebabkan oleh pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dan pendapatan pemerintah daerah yang masih harus dibayar, cadangan untuk pembayaran penetapan pemerintah, dan kenaikan beban penjualan dan pemasaran. Kenaikan pada beban penjualan dan pemasaran sejalan dengan kenaikan volume penjualan.
Akibatnya, laba kotor ADRO turun 28,59 persen menjadi US$1,44 miliar. Sementara itu, laba usaha terkoreksi 37,69 persen menjadi US$1,17 miliar dibandingkan dengan periode yang sama pada 2022 yang menembus US$1,89 miliar.
Terlepas dari koreksi bottom line, Garibaldi Thohir mengemukakan bahwa ADRO siap mencapai target 2023 yang didukung oleh eksekusi yang solid di masing-masing bisnis.
“Kami juga siap untuk ambil bagian dalam inisiatif hilirisasi Indonesia melalui smelter aluminium, yang mendapatkan pemenuhan keuangan pada Mei lalu. Hal ini menekankan komitmen kami terhadap pertumbuhan yang berkelanjutan di jangka panjang melalui strategi tiga pilar,” kata dia.