Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas global pekan depan diprediksi rebound atau melanjutkan penguatan setelah ditutup menguat pada perdagangan akhir pekan Jumat, (18/8/2023). Harga emas akan terdorong oleh kuatnya permintaan investor di China.
Analis Komoditas Lukman Leong mengatakan harga emas terus mengalami penurunan dalam beberapa pekan terakhir. Hal itu diakibatkan oleh penguatan dolar AS dan prospek suku bunga Federal Reserve atau The Fed.
Risalah pertemuan Federal Reserve memicu kekhawatiran akan kenaikan suku bunga lebih lanjut membawa pengaruh negatif untuk aset logam mulia yang tidak menghasilkan bunga. The Fed diprediksi akan menaikkan suku bunga satu kali lagi pada Federal Open Market Committee (FOMC) September 2023 mendatang.
"Namun saya melihat downside harga emas sudah terbatas serta akan berkonsolidasi dan rebound minggu depan," ujar Lukman kepada Bisnis dikutip Minggu, (20/8/2023).
Menurutnya, harga emas didukung oleh permintaan fisik yang kuat di China di mana investor memburu emas di tengah kekhawatiran akan perlambatan ekonomi di China.
Pertumbuhan penjualan ritel China secara tahunan mengalami perlambatan, pada Juli 2023 tercatat di level 2,5 persen setelah pada bulan sebelumnya tumbuh 3,1 persen. Kondisi tersebut membuat harga komoditas logam mineral melemah, seperti nikel, timah dan tembaga.
Baca Juga
Sementara itu, Evergrande, perusahaan properti raksasa asal China mengajukan perlindungan kebangkrutan di Amerika Serikat (AS) setelah gagal bayar utang (default) sebesar US$330 miliar.
"Dengan absennya data ekonomi penting minggu depan, saya melihat harga emas berpotensi rebound dengan range US$1.850-US$1.935," pungkas Lukman.
Sebelumnya, harga emas global menguat pada akhir perdagangan Jumat (18/8/2023), menghentikan pelemahan sembilan sesi berturut-turut, rekor penurunan harian terpanjang dalam lebih dari enam tahun, karena dolar Amerika Serikat (AS) yang lebih lemah.
Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Desember di Divisi Comex New York Exchange, menguat tipis 1,30 dolar AS atau 0,07 persen menjadi ditutup pada US$1.916,50 per ounce, setelah menyentuh tertinggi sesi di US$1.926,00 dan terendah di US$1.915,90.