Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kebijakan Analog Switch Off (ASO) Memukul Telak Kinerja Emiten Media

Implementasi kebijakan analog switch off (ASO) dinilai memberikan dampak terhadap menurunnya pendapatan mayoritas emiten media sepanjang semester I/2023.
Proses syuting sebuah program televisi di SCTV, salah satu stasiun televisi yang dikelola PT Surya Citra Media Tbk. (SCMA) /scm.co.id
Proses syuting sebuah program televisi di SCTV, salah satu stasiun televisi yang dikelola PT Surya Citra Media Tbk. (SCMA) /scm.co.id

Bisnis.com, JAKARTA – Implementasi kebijakan analog switch off (ASO) dinilai memberikan dampak terhadap menurunnya pendapatan mayoritas emiten media, sepanjang semester I/2023. 

Executive Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo menyebut, melemahnya pendapatan yang diakumulasikan sepanjang paruh pertama 2023 merupakan dampak berkelanjutan dari implementasi ASO di Indonesia, serta diikuti dengan belanja iklan yang melunak.

“Kami tidak dapat mengabaikan fakta bahwa analog switch off berdampak besar pada stasiun TV kami,” ujar Executive Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo dalam keterbukaan informasi yang dikutip Bisnis pada Jumat (18/8/2023).

Meski demikian, Hary Tanoesoedibjo atau biasa disebut Hary Tanoe menyatakan bahwa terlepas dari tekanan yang dihadapi industri TV free-to-air (FTA), MNC Group dinilai masih memberikan konten berkualitas bagi pemirsa di Indonesia.

Hal tersebut, kata Hary Tanoe, terlihat dari kue iklan yang didominasi oleh perseroan hingga 46,1 persen. Selain itu, pangsa pemirsa yang dibukukan MNCN pada paruh pertama tahun ini tercatat mencapai 43,1 persen selama jam prime time.

Hary Tanoe menyatakan MNCN juga telah mendapatkan banyak kesempatan dan kemitraan, serta merambah ke bisnis hiburan, seperti konser, gim, dan usaha lainnya. Upaya ini ditempuh agar perseroan mampu mempertahankan keberhasilannya.

“Kami yakin dengan upaya kami dan tidak sabar untuk melihat lebih banyak hasil-hasil positif di masa depan,” ujar pria yang masuk daftar 50 orang terkaya di Indonesia versi Forbes ini. 

Tak Cuma MNC Group, emiten media Grup Bakrie dan Eddy Kusnadi Sariaatmadja juga merana sepanjang enam bulan pertama 2023 disebabkan turunnya pendapatan iklan sebagai dampak dari kebijakan ASO.

Berdasarkan laporan keuangan masing-masing perusahaan, pendapatan PT Visi Media Asia Tbk. (VIVA), PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNCN), dan PT Surya Citra Media Tbk. (SCMA) kompak turun. Hal ini disebabkan oleh melemahnya cuan dari segmen iklan.

VIVA sepanjang semester I/2023 membukukan pendapatan usaha sebesar Rp619,22 miliar atau turun 32,27 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni Rp914,22 miliar. Seluruh segmen pos pendapatan ini tercatat menurun.

Pendapatan dari segmen iklan terkoreksi 32,76 persen year-on-year (YoY) menjadi Rp602,46 miliar. Adapun pendapatan noniklan turun 8,15 persen YoY menuju Rp16,75 miliar.

Pada periode yang sama, MNCN selaku induk dari saluran RCTI, GTV, MNCTV, dan iNews TV, mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp4,44 triliun atau turun 15,7 persen YoY.

Begitu pun dengan SCMA. Pendapatan pengelola saluran televisi SCTV dan Indosiar tersebut turun 4,15 persen secara tahunan menjadi Rp3,03 triliun pada semester I/2023.

Turunnya pendapatan dua emiten ini bermuara pada satu hal, yakni merosotnya pundi-pundi dari iklan TV free-to-air (FTA). Pendapatan iklan MNCN tercatat turun 18 persen YoY menjadi Rp3,88 triliun, sementara SCMA turun 4,85 persen ke Rp3,13 triliun.

Seiring dengan turunnya pendapatan, laba yang diakumulasikan ketiga emiten ini pada akhirnya melemah. VIVA membukukan rugi sebesar Rp504,95 miliar, sementara laba MNCN turun 37,96 persen YoY menjadi Rp746,19 miliar, dan laba SCMA merosot 88,75 persen YoY ke Rp69,36 miliar.

 

Proyeksi Kinerja Emiten Media di Sisa Tahun 2023

Head of Investor Relation VIVA Arhya Winastu Satyagraha menuturkan bahwa ada kecenderungan wait and see dari para pengiklan dan agensi pada awal tahun. Oleh karena itu, dia berharap pasar iklan dapat kembali normal pada semester II/2023.

Analis Samuel Sekuritas Farras Farhan mengatakan bahwa geliat belanja iklan atau advertising expenditure (Adex) memang masih cenderung berkutat pada platform digital.

Berdasarkan data Nielsen terbaru, Adex Indonesia secara keseluruhan diperkirakan mencapai sekitar US$4,8 miliar sepanjang 2023. Dari jumlah ini, iklan daring menjadi kontributor utama dengan proyeksi mencapai US$2,18 miliar atau 45,5 persen dari total belanja iklan.

“Media digital masih menawarkan pertumbuhan yang lebih menguntungkan daripada FTA karena media digital diproyeksikan membukukan belanja iklan sebesar US$2,9 miliar pada 2027, menyumbang 51,2 persen dari total belanja iklan,” ujarnya.

Kondisi ini bukan tanpa sebab. Menurut Farras, perusahaan mengubah tren belanja iklan melalui kampanye di media sosial dan platform digital lain. Menurut berbagai penelitian, hal tersebut memberikan return on investment (ROI) rata-rata 95 persen pada kampanye perusahaan.

Farras mengatakan ROI tersebut dibenarkan karena iklan TV mengenakan biaya Rp 30-40 juta untuk konten 30 detik dengan penggunaan rata-rata 2,53 jam per hari, Adapun media sosial mengenakan biaya US$2,7 per 1.000 penayangan dengan penggunaan rerata 3,18 jam per hari.

“Ke depan, kami yakin pemutar media digital akan mendapat manfaat dari perubahan ini, menjadikan mereka investasi yang lebih layak daripada media konvensional,” pungkasnya.

Analis PT Ciptadana Sekuritas Asia Gani menilai rampungnya implementasi ASO akan mendorong pengiklan untuk kembali ke FTA-TV. Saat ini, progres program ASO sudah mencapai 95 persen dan ditargetkan rampung pada Agustus 2023.

Alasannya, pengiklan menghentikan atau menahan anggaran lantaran ASO berdampak pada penayangan lebih rendah, serta data pangsa penonton yang kurang akurat. Oleh sebab itu, Gani memperkirakan kuartal III/2023 akan memberikan hawa segar bagi emiten media.

“Kuartal III/2023 akan menjadi titik balik dan kami perkirakan akan ada pertumbuhan kuat pada semester II/2023 hingga semester I/2024,” ujarnya.

 
pangan bg

Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking

Apa yang menjadi pertimbangan utama Anda dalam memilih aplikasi mobile banking?

Seberapa sering Anda menggunakan aplikasi mobile banking?

Fitur apa yang paling sering Anda gunakan di aplikasi mobile banking?

Seberapa penting desain antarmuka yang sederhana bagi Anda?

Apa yang membuat Anda merasa nyaman menggunakan aplikasi mobile banking tertentu?

Apakah Anda mempertimbangkan reputasi bank sebelum mengunduh aplikasinya?

Bagaimana Anda menilai pentingnya fitur keamanan tambahan (seperti otentikasi biometrik)?

Fitur inovatif apa yang menurut Anda perlu ditambahkan ke aplikasi mobile banking?

Apakah Anda lebih suka aplikasi yang memiliki banyak fitur atau yang sederhana tetapi fokus pada fungsi utama?

Seberapa penting integrasi aplikasi mobile banking dengan aplikasi lain (misalnya e-wallet atau marketplace)?

Bagaimana cara Anda mengetahui fitur baru pada aplikasi mobile banking yang Anda gunakan?

Apa faktor terbesar yang membuat Anda berpindah ke aplikasi mobile banking lain?

Jika Anda menghadapi masalah teknis saat menggunakan aplikasi, apa yang biasanya Anda lakukan?

Seberapa puas Anda dengan performa aplikasi mobile banking yang saat ini Anda gunakan?

Aplikasi mobile banking apa yang saat ini Anda gunakan?

pangan bg

Terimakasih sudah berpartisipasi

Ajak orang terdekat Anda untuk berpartisipasi dalam kuisioner "Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking"


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dionisio Damara
Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper