Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wall Street Ditutup Beragam, Saham Raksasa Teknologi Boncos

Saham perusahaan China di Wall Street yakni Alibaba dan JD.com masing-masing turun 3,5 persen dan 5,3 persen. Indeks Nasdaq ikut turun.
Karyawan berada di Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (27/6/2022). Bloomberg/Michael Nagle
Karyawan berada di Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (27/6/2022). Bloomberg/Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat di Wall Street, New York ditutup beragam pada akhir perdagangan Jumat (11//8/2023) waktu setempat. Adapun saham-saham emiten teknologi berkapitalisasi pasar jumbo mengalami pelemahan pada akhir pekan.

Berdasarkan data Bloomberg, Sabtu (12/8/2023), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup naik 0,30 persen atau 105,25 poin ke 35.281,40, S&P 500 turun 0,11 persen atau 4,78 poin ke 4.464,05, dan Nasdaq jatuh 0,68 persen atau 93,14 poin ke 13.644,85.

Secara mingguan, Dow Jones Industrial Average naik 0,6 persen. Pekan Ini adalah pertama kalinya pada tahun 2023 Nasdaq jatuh selama dua minggu berturut-turut. S&P 500 mengakhiri minggu ini turun 0,3 persen, dengan Nasdaq melemah 1,9 persen.

Saham Nvidia Corp memperpanjang penurunan empat hari menjadi 10 persen. Saham perusahaan China Alibaba dan JD.com yang terdaftar di AS masing-masing turun 3,5 persen dan 5,3 persen, karena langkah-langkah stimulus terbaru Beijing mengecewakan investor, sementara data baru menunjukkan bahwa pemulihan pascapandemi China kehilangan tenaga.

“Saat kita bergerak mendekati kerangka waktu September/Oktober yang biasanya fluktuatif, sepertinya indeks kehilangan sebagian kekuatan mereka. Ini tidak berarti bahwa pasar saham akan berguling secara serius selama satu atau dua bulan ke depan, tetapi hal itu meningkatkan kemungkinan koreksi dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi,” kata Matt Maley, kepala strategi pasar di Miller Tabak + Co.

Obligasi vs Saham

Bill Gross yang dikenal dengan julukan raja obligasi, mengatakan pasar saham dan obligasi yang bergerak dalam pola bullish adalah salah karena kedua pasar dinilai overvalued.

Mantan kepala investasi Pacific Investment Management Co. tersebut mengatakan kepada Bloomberg Television bahwa nilai wajar dari imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun adalah sekitar 4,5 persen, dibandingkan dengan level saat ini 4,15 persen.

Awal bulan ini, indikator pasar obligasi utama yang telah digambarkan sebagai "angka terpenting dalam keuangan" merosot ke level terendah sejak 2004, mengkhawatirkan investor bahwa hal itu mengirimkan sinyal bearish. Namun, sejarah menunjukkan bahwa meskipun ada pergerakan ekstrem, tanda yang biasanya tidak menyenangkan justru menunjukkan lebih banyak keuntungan.

Penurunan premi risiko ekuitas atau indikator yang mengukur perbedaan antara imbal hasil pendapatan pada S&P 500 dan tingkat yield saat ini pada obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun, memberi sinyal bahwa pasar saham relatif dinilai terlalu tinggi dibandingkan obligasi.

Tetapi, analisis Bloomberg Intelligence menemukan bahwa ukuran tersebut sekarang berada pada tingkat di mana pengembalian untuk S&P 500 secara historis rata-rata dalam satu digit tinggi selama jangka waktu 12 bulan.

Ahli strategi Bank of America Corp. yang dipimpin oleh Michael Hartnett menilai obligasi pemerintah AS berada di jalur untuk mencetak rekor arus masuk pada tahun ini karena investor memburu beberapa seri obligasi dengan yield tertinggi.

Sementara itu, laporan ekonomi AS pada Jumat tidak banyak mengubah taruhan pasar bahwa Federal Reserve akan menghentikan kenaikan suku bunga bulan depan. Investor juga memperkirakan bahwa Bank Sentral akan terus memberi sinyal pertempuran melawan inflasi.

Ekspektasi inflasi konsumen yang diukur oleh University of Michigan tiba-tiba turun pada awal Agustus, meskipun harga bensin dan bahan makanan lebih tinggi. Sementara itu, harga produsen tumbuh bulan lalu lebih dari yang diperkirakan, terutama karena kenaikan dalam kategori jasa tertentu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Farid Firdaus
Editor : Farid Firdaus
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper