Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) menyampaikan rencana penerapan auto reject bawah (ARB) tahap II masih akan tetap berlangsung pada bulan September tahun ini.
Dengan kebijakan ARB simetris, saham bisa anjlok hingga 35 persen. Investor pun bisa menyiapkan strategi untuk mengantisipasi kebijakan tersebut.
Saat ini, saham dengan rentang Rp50-Rp200 memiliki batas Auto Rejection Atas (ARA) 35 persen, dan ARB 15 persen, sebagai tahap I normalisasi kebijakan relaksasi pandemi BEI.
Kemudian saham dengan harga Rp200-Rp5.000 akan berlaku ARA 25 persen, ARB 15 persen, dan saham di atas harga Rp5.000 akan berlaku ARA 20 persen dan ARB 15 persen.
Dalam rencana BEI, auto rejection simetris tahap II akan efektif pada 4 September 2023, dengan ketentuan saham di harga Rp50-Rp200 berlaku ARA 35 persen dan ARB 35 persen.
Lalu, saham dengan harga Rp200-Rp5.000 akan berlaku ARA 25 persen dan ARB 25 persen, serta saham dengan harga lebih dari Rp5.000 berlaku ARA 20 persen dan ARB 20 persen.
Baca Juga
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy menuturkan sampai hari ini rencana pembelakuan ARB simetris pada 4 September 2023 mendatang masih akan tetap berlaku.
"ARB simetris jadi, sampai hari ini masih jadi. Soalnya dalam suratnya begitu juga, dengan memperhatikan kondisi pasar saat akan pemberlakuannya," kata Irvan ditemui di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (10/8/2023).
Dengan mencermati kondisi pasar yang akan datang, BEI masih optimistis ARB simetris pada bulan depan akan terjadi.
"Tapi kami enggak tau kalau ada sesuatu yang membuat kami berpikir ini perlu kami pindah lagi, kami akan umumkan pasti. Tapi so far, kami masih cukup optimistis," ucapnya.
Dampak ke Investor
Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas Alrich Paskalis berpendapat normalisasi kebijakan ARB bisa mengurangi agresivitas volume dan nilai transaksi jika dibandingkan dengan kebijakan ARB asimetris karena risiko yang lebih besar.
“Investor perlu kembali menyesuaikan profil risiko khususnya para trader yang memanfaatkan volatilitas pasar untuk menghindari kerugian yang signifikan,” kata Alrich, belum lama ini.
Dia mengatakan ARB asimetris membuat investor merasa lebih tenang dalam melakukan transaksi karena tingkat kerugian maksimal adalah penurunan 15 persen. Persentase penurunan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan tingkat keuntungan maksimal sebesar 35 persen dari auto reject atas (ARA).
“Selain itu maksimal penurunan harga saham membuat intensitas terjadinya ARB lebih sering dibandingkan dengan ARA,” kata dia.
Adapun, kebijakan ARB maksimal 15 persen sebelumnya efektif berlaku mulai perdagangan 5 Juni 2023.
Sekretaris Bursa Efek Indonesia Yulianto Aji Sadono dalam keterangan resmi mengumumkan batas persentase ARB 15 persen efektif pada perdagangan Senin, (5/6/2023) sebagai tahap I normalisasi kebijakan relaksasi pandemi BEI.
“Dengan ini kami sampaikan kembali bahwa BEI telah mengimplementasikan normalisasi atas kebijakan batasan persentase Auto Rejection Bawah tahap I yang akan efektif per hari Senin, 5 Juni 2023,” seperti dikutip Senin (5/6/2023).
Maka dari itu, untuk rincian batas persentase Auto Rejection Atas (ARA) dan Auto Rejection Bawah (ARB) yaitu:
- Saham dengan rentang harga Rp50 sampai Rp200 memiliki batas ARA 35 persen dan ARB 15 persen
- Saham dengan rentang harga >Rp200 hingga Rp5.000 memiliki batas ARA 25 persen dan ARB 15 persen
- Saham di atas >Rp5.000 memiliki batas ARA 20 persen dan ARB 15 persen
Definisi ARA dan ARB
Auto rejection merupakan penolakan secara otomatis dari sistem JATS terhadap penawaran jual dan/atau permintaan beli efek bersifat ekuitas akibat terlampauinya batasan harga atau jumlah efek bersifat ekuitas yang ditetapkan bursa.
Sederhananya, auto rejection adalah aturan mengenai pembatasan kenaikan maksimum dan penurunan minimum harga saham selama satu hari perdagangan supaya perdagangan saham berjalan lancar.
Auto Rejection adalah batasan minimum dan maksimum suatu kenaikan dan penurunan harga saham dalam satu hari perdagangan bursa.
Mekanismenya sistem bursa atau yang dikenal dengan Jakarta Automated Trading Sysyem (JATS) akan melakukan penolakan secara otomatis terhadap penawaran jual atau beli bila harga saham melebihi batasan harga yang ditetapkan BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Jadi, kalau harga saham A naik melampaui batas persentase atas yang ditentukan BEI dalam sehari akan terkena ARA. Sementara kalau harganya turun melebihi batas bawah kena ARB.
Ciri-ciri saham yang terkena ARA, tidak ada lagi order di antrean jual (offer), sementara ciri-ciri saham yang terkena ARB, tidak ada lagi order di antrean beli (bid).
Regulasi ARB Covid-19
Aturan ARA-ARB sejatinya berlaku simetris. Namun, karena kinerja BEI dan bursa global kompak anjlok pada awal 2020 akibat Covid-19, BEI dan OJK mengatur kembali sistem auto rejection asimetris.
Aturan ARB diubah menjadi hanya 7 persen terhitung mulai perdagangan, Jumat (13/3/2020). Selain pengaturan batas auto rejection, dalam surat bernomor S-281/PM.21/2020, OJK juga meminta BEI untuk meniadakan saham yang dapat diperdagangkan pada sesi pra pembukaan di Bursa Efek
Awalnya, bursa menetapkan perubahan batasan auto rejection untuk menahan tekanan Covid-19 terhadap industri pasar modal melalui SK Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor: Kep-00023/BEI/03-2020 tanggal 9 Maret 2020 perihal Perubahan Batasan Auto Rejection.
Aturan itu kembali diubah lewat SK Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor: Kep-00025/BEI/03-2020 tanggal 12 Maret 2020 tentang Perubahan Peraturan Nomor II-A tentang Perdagangan Efek.
Perincian ARA-ARB selama pandemi Covid-19 ialah :
- Rentang harga saham Rp50—Rp200 akan dikenakan auto reject apabila terjadi kenaikan sebesar 35 persen atau penurunan harga saham sebesar 7 persen dalam satu hari.
- Rentang harga saham Rp200—Rp5.000 dikenakan auto reject apabila terjadi kenaikan harga sebesar 25 persen atau penurunan harga sebesar 7 persen.
- Rentang harga saham di atas Rp5.000 dikenakan auto reject apabila terjadi kenaikan harga sebesar 20 persen atau penurunan harga sebesar 7 persen.