Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan kesiapannya menjadi penyelenggara Bursa Karbon yang akan segera diluncurkan pada September 2023 nanti.
Direktur Utama BEI Iman Rachman menuturkan pihaknya merasa bangga apabila dapat menjadi penyelenggara bursa karbon Indonesia.
"Selalu ditanyakan ke kami mengenai bursa karbon. Jawabannya adalah kami bangga apabila bisa menjadi penyelenggara bursa karbon Indonesia dan kami siap untuk itu," kata Iman dalam konferensi pers HUT ke-46 Pasar Modal Indonesia, di Jakarta, Kamis (10/8/2023).
Akan tetapi, kata Iman, BEI tentunya menunggu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang akan diterbitkan oleh OJK mengenai Bursa Karbon.
Sebelumnya, Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan BEI akan mempelajari terlebih dahulu POJK mengenai bursa karbon tersebut. Sama seperti Iman, Jeffrey mengatakan BEI akan sangat bangga bisa ikut mendukung program ini.
"Tentunya BEI akan sangat bangga bisa ikut mendukung target pemerintah dan OJK dalam penyelenggaraan perdagangan karbon di Indonesia," ujar Jeffrey belum lama ini.
Baca Juga
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi pekan lalu mengatakan Kemenkumham telah mengeluarkan POJK No.14 tahun 2023 Tentang Perdagangan Karbon dan Bursa Karbon.
“Tentunya ini merupakan yang baik sekali, [POJK] menjadi landasan hukum penyelenggaraan bursa karbon,” tutur dia.
Dia menjelaskan, POJK tersebut mencakup ketentuan umum bursa karbon, jenis unit karbon yang diperdagangkan dan ketentuan unit karbon yang merupakan efek. Kemudian POJK juga berisi tata cara perizinan perdagangan bursa karbon.
Sementara itu, untuk penyelenggara bursa karbon, Inarno menyebut dengan dikeluarkannya POJK yang baru, maka siapa saja yang berminat menjadi penyelenggara bursa karbon akan dapat mendaftarkan di OJK.
Dalam pemberitaan Bisnis sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan target penerapan bursa karbon menjadi komitmen pemerintah untuk dapat mengurangi gas buang hingga 30 persen pada 2030 mendatang.
"Kami berencana untuk menerapkan bursa karbon pada September 2023, sebagai bagian dari upaya untuk mempercepat bauran energi terbarukan dan nol emisi pada 2060 nanti," ucapnya.
Nantinya, tutur Luhut, entitas yang dapat ikut dalam perdagangan sekunder karbon tersebut hanya perusahaan atau badan usaha yang beroperasi di Indonesia.
Luhut juga memperkirakan aktivitas perdagangan karbon di dalam negeri, lewat perdagangan primer antar entitas bisnis dan sekunder melalui bursa OJK, dapat mencapai US$1 miliar sampai dengan US$15 miliar atau setara dengan Rp225,21 triliun (asumsi kurs Rp15.014 per dolar AS) setiap tahunnya.