Bisnis.com, JAKARTA — PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) bakal berhati-hati menerapkan kenaikan harga jual pada semester II/2023 setelah kinerja semester I/2023 memperlihatkan penurunan.
Penjualan bersih UNVR sepanjang Januari—Juni 2023 tercatat sebesar Rp20,29 triliun atau 5,5 persen lebih rendah daripada kurun yang sama pada 2022 sebesar Rp21,46 triliun.
Tren penurunan sepanjang semester I/2023 juga terlihat secara kuartalan. Pada kuartal II/2023, penjualan bersih UNVR bertengger di Rp9,68 triliun atau turun 8,6 persen dibandingkan dengan kuartal I/2023 sebesar Rp10,60 triliun. Capaian pada kuartal II/2023 juga lebih rendah 8,8 persen daripada kuartal II/2022 sebesar Ro10,62 triliun.
Kinerja kuartal kedua yang melemah daripada kuartal sebelumnya disebabkan oleh penjualan segmen home and personal care (HPC) yang turun 5,8 persen quarter-on-quarter (QoQ). Segmen food and refreshment (FnR) juga tercatat turun 13,8 persen QoQ.
Presiden Direktur Unilever Indonesia Ira Noviarti mengemukakan bahwa penurunan kinerja paruh pertama 2023 turut dipicu oleh basis harga jual yang cenderung lebih tinggi pada 2022. Sebagaimana diketahui, Unilever menerapkan sejumlah penyesuaian harga sebagai respons atas tingginya inflasi dan kenaikan harga komoditas bahan baku imbas dari memanasnya konflik geopolitik Rusia-Ukraina.
Kenaikan harga jual yang diterapkan UNVR saat itu berkisar di 14—15 persen dan ditempuh untuk meminimalisir tekanan pada laba. Sayangnya, langkah tersebut tidak diikuti oleh pesaing pada segmen produk yang sama. Konsumen juga lebih memilih untuk bergeser ke produk lain dengan ukuran dan harga yang lebih terjangkau.
Baca Juga
“Karena kompetitor tidak mengikuti penyesuaian harga seperti kami, kami kembali memutuskan untuk menyesuaikan kembali harga jual. Kalau produk kami jauh lebih mahal daripada kompetitor, kami akan kehilangan pangsa pasar,” kata Ira, Senin (24/7/2023)
Menghadapi semester II/2023, Ira mengatakan Unilever akan menerapkan kebijakan harga jual yang didasari pada profil setiap merek dan kekuatannya di pasar. Hal ini untuk menjaga pangsa dan mencegah beralihnya konsumen ke brand lain.
“Pada semester kedua price growth akan modest. Bukan berarti tidak ada penyesuaian harga sama sekali. Namun kami akan melihat bagaimana peluangnya di setiap merek agar tidak overpriced dibandingkan dengan pesaing,” tambahnya.
Dia mengatakan Unilever telah melakukan intervensi harga selama empat kuartal terakhir untuk memastikan bahwa merek-merek dalam portofolionya memiliki daya saing yang kuat. Terlepas dari kebijakan harga yang telah diterapkan, margin kotor UNVR mencetak rekor tertinggi dalam delapan kuartal terakhir pada kuartal II/2023 di angka 50,5 persen. Ira mengatakan capaian ini merupakan hasil dari serangkaian program optimalisasi di pabrik, distribusi, logistik dan promosi, serta didukung oleh harga komoditas yang lebih baik.
Adapun dari sisi bottom line, Unilever hanya mengantongi laba sebesar Rp2,75 triliun triliun hingga semester I/2023. Capaian tersebut turun 19,6 persen dibandingkan dengan Januari—Juni 2022 yang kala itu mencapai Rp3,43 triliun.
Sementara itu, periode April—Juni 2023 menyumbang laba bersih sebesar Rp1,35 triliun atau turun 3,6 persen daripada kuartal I/2023 sebesar Rp1,40 triliun.