Bisnis.com, JAKARTA - Emiten-emiten batu bara berlomba memacu diversifikasi ke sektor non-batu bara di tahun ini. Analis melihat terdapat beberapa diversifikasi yang menarik untuk dicermati dari emiten-emiten batu bara tersebut.
CEO Edvisor Profina Visindo Praska Putrantyo menuturkan diversifikasi bisnis yang dilakukan oleh emiten-emiten batu bara untuk mengantisipasi potensi penurunan lebih lanjut harga komoditas batu bara dalam jangka panjang. Hal ini akibat berakhirnya era commodity cycle, khususnya pada komoditas berbasis energi, seperti minyak mentah dan batu bara.
"Diversifikasi yg paling menarik ke industri nikel dan kendaraan listrik, karena sejalan era industri yg mulai merambah ke baterai atau kendaraan listrik yang menjadi tren baru di tengah upaya global dalam mewujudkan green energy," kata Praska kepada Bisnis, Rabu (21/6/2023).
Selain itu, kata dia, permintaan terhadap komoditas nikel dalam jangka panjang juga masih cukup tinggi dibandingkan dengan suplainya.
Praska melihat prospek emiten batu bara seperti PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO), PT Harum Energy Tbk. (HRUM), PT Indika Energy Tbk. (INDY), hingga PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA) masih cukup menarik, meskipun akselerasi kinerja keuangan tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya saat harga batu bara masih tinggi.
Meski demikian, Praska melihat dampak dari diversifikasi bisnis emiten-emiten tersebut belum terlihat secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja emiten keseluruhan.
Baca Juga
"Jadi investor disarankan untuk trading buy dengan orientasi jangka pendek dan menengah," ucapnya.
Sebagaimana diketahui, beberapa emiten batu bara seperti TOBA dan INDY melakukan diversifikasi ke arah kendaraan listrik dan ekosistemnya. Sementara itu, HRUM melakukan diversifikasi ke sektor pertambangan nikel.
Adapun ADRO melakukan diversifikasi salah satunya dengan membangun smelter aluminium di Kalimantan Utara. Emiten-emiten batu bara tersebut juga turut mengembangkan bisnis energi baru terbarukan (EBT).