Bisnis.com, JAKARTA - Melirik perkembangan Pasar Modal di Indonesia dapat dikatakan mengalami kemajuan yang luar biasa meskipun dari sisi kuantitas nilai dan volume transaksi serta jumlah investor masih di bawah sejumlah negara maju. Namun demikian, kita perlu apresiasi perkembangan tersebut.
Kian meluasnya literasi keuangan di masyarakat turut membantu peningkatan di Pasar Modal. Para pelaku pasar dan pihak otoritas terkait pun terus berinovasi dan meramu sejumlah produk instrumen investasi Pasar Modal untuk ditawarkan kepada masyarakat sebagai alternatif investasi serta memperluas basis investor. Salah satunya ialah Efek Beragun Aset (EBA).
Berdasarkan Peraturan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Nomor II-D Tentang Pendaftaran Efek Beragun Aset Di KSEI, EBA adalah portofolio efek yang terdiri dari aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan kartu kredit, tagihan yang timbul di kemudian hari (future receivables), Kumpulan Piutang, pemberian kredit termasuk kredit pemilikan rumah atau apartemen, Efek bersifat utang yang dijamin oleh Pemerintah, sarana peningkatan kredit (Credit Enhancement)/Arus Kas (Cash Flow), serta aset keuangan setara dan aset keuangan lain yang berkaitan dengan aset keuangan tersebut.
Selain Peraturan KSEI, EBA juga diatur di dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang diterbitkan jelang akhir tahun 2014, yaitu POJK Nomor 23/POJK.04/2014 tentang Pedoman Penerbitan dan Pelaporan Efek Beragun Aset berbentuk Surat Partisipasi dalam rangka Pembiayaan Sekunder Perumahan (POJK EBA SP) pada tgl 19 November 2014.
Dalam perkembangan, EBA kian diminati oleh investor meskipun masih relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan produk investasi seperti saham maupun Reksa Dana yang telah dikenal lebih dahulu dibandingkan dengan EBA. Namun demikian, hal ini merupakan hal yang positif mengingat instrumen EBA dapat dikatakan baru dibandingkan kedua produk tersebut. Di sisi lain, melihat potensi perolehan pendanaan dari EBA atau sekuritisasi aset ini yang besar untuk membiayai sejumlah proyek yang dimiliki oleh perusahaan penerbit maka kian meningkat sejumlah perusahaan yang menerbitkan EBA, antara lain PT Indonesia Power, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan lainnya.
Sama halnya dengan produk investasi saham maupun Reksa Dana dimana dalam perkembangannya dibuat produk syariahnya maka kali ini EBA Syariah pun turut diterbitkan dan akan ditawarkan kepada para investor. Setelah cukup lama dinantikan kehadirannya, Pasar Keuangan akhirnya kedatangan EBA berbasis syariah pertama di Indonesia.
Baca Juga
Pekan ini, PT Bank Syariah Indonesia Tbk., atau BSI dengan kode BRIS bersama dengan PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF, menerbitkan EBA berbasis syariah yang berbentuk surat partisipasi (EBAS-SP) yang diberi nama EBAS-SP SMF-BRIS01. Total nilai EBAS-SP yang diterbitkan mencapai Rp325 miliar. EBAS-SP SMF-BRIS01 yang diterbitkan melalui proses sekuritisasi ini terdiri dari sekumpulan pembiayaan pemilikan rumah dimana menjadi instrumen investasi pendapatan tetap yang dapat ditransaksikan di pasar sekunder.
Sekuritisasi aset berbasis syariah ini merupakan yang pertama di Indonesia, setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan POJK No. 20 tahun 2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Beragun Aset Syariah.
Bagi Indonesia yang didominasi oleh penduduk muslim, kehadiran instrumen-instrumen keuangan berbasis syariah merupakan hal yang ditunggu sebagai alternatif dari instrumen-instrumen yang bersifat konvensional. Investor memiliki pilihan baru untuk berinvestasi dalam efek yang sesuai dengan kaidah Islami, dengan underlying asset pembiayaan syariah dari BSI yang menawarkan berbagai manfaat yang tidak kalah menarik dibandingkan EBA konvensional yang telah diterbitkan lebih dulu.
Selain dari sisi return yang menarik - yang relatif lebih tinggi dibandingkan deposito tetapi memiliki risiko yang relatif rendah - dan keamanannya karena telah melalui skema perizinan yang cermat, terdapat jaminan kehalalan hasilnya. Hal ini karena produk anyar ini sudah memperoleh persetujuan dari Dewan Pengawas Syariah, yang membuat para penyuka ekonomi halal lebih nyaman.
Bagi BSI sebagai penerbit, produk EBAS-SP menjadi diversifikasi sumber pendanaan, sekaligus membantu bank untuk mengelola likuiditas guna mendanai pembiayaan jangka panjang seperti pembiayaan perumahan. Selama ini banyak bank, termasuk bank syariah, yang masih mengandalkan likuiditas jangka pendek seperti tabungan dan deposito untuk membiayai pembiayaan jangka panjang.
Penerbitan subdebt ini juga menjadi jalan bagi BSI sebagai bank syariah untuk lebih efisien dalam permodalan. Dengan risiko mismatch yang semakin berkurang, produk pembiayaan perumahan yang diluncurkan BSI pun akan memiliki daya saing lebih kuat.
Strategi menerbitkan EBAS-SP dengan menggandeng SMF menjadi langkah yang tepat di tengah tren peningkatan pasar modal syariah dalam beberapa tahun terakhir. Langkah ini memberikan pendalaman pasar sekaligus menambah penetrasi instrumen investasi halal di pasar modal.
Dengan peringkatnya yang baik, yakni AAA dari Pefindo serta imbal hasil yang kompetitif yaitu 7%, EBAS-SP SMF-BRIS01 memberikan daya tarik bagi para investor di pasar modal. Wajar bila EBAS-SP ini disebut-sebut mendapat respon sangat positif dari pasar, dengan jumlah penerimaan pesanan yang melebihi penawaran (oversubscribed).
Ini menjadi sinyal bahwa kehadiran instrumen syariah di pasar modal memang banyak ditunggu oleh masyarakat. Pun menjadi milestone positif untuk keberlanjutan dalam pengembangan keuangan syariah di Indonesia. Dengan berbagai faktor serta situasi yang mendukung tersebut, saya meyakini EBA berbasis syariah pertama di Indonesia ini memiliki prospek sangat bagus ke depannya.