Bisnis.com, JAKARTA — China tercatat menghentikan produksi 50 juta ton batu bara setelah adanya kecelakaan mematikan. Analis melihat sentimen ini hanya akan menjadi sentimen sesaat saja bagi saham-saham batu bara di Indonesia seperti ADRO hingga BUMI.
Head of Research Surya Fajar Sekuritas Raphon Prima mengatakan sentimen penghentian produksi batu bara China ini akan menjadi sentimen sesaat saja. Dia menyebut pengurangan produksi ini terjadi akibat adanya insiden tambang.
"Setelah evaluasi, tentunya produksi akan berangsur pulih. Pastinya China saat ini ingin mengejar target pertumbuhan ekonomi 5 persen," kata Raphon, dikutip Minggu (14/5/2023).
Raphon melanjutkan, pemerintah China juga ingin harga batu bara turun, agar pabrik-pabrik di China dapat lebih ekspansif. Hal tersebut juga membuat China memperbolehkan kembali impor batu bara dari Australia.
Sebagai informasi, China menghentikan operasi di 32 lokasi produksi batu bara di Mongolia setelah kecelakaan maut pada Februari yang memicu pemeriksaan keselamatan nasional, mengutip Bloomberg.
Operasi yang terkena dampak adalah lubang terbuka dengan lereng curam di tepi area penambangan. Situasi ini membawa risiko keselamatan yang serupa dengan kecelakaan fatal yang terjadi sebelumnya, di mana tanah longsor menyebabkan 53 orang tewas atau hilang, menurut laporan publikasi industri Thermal Coal Group, mengutip National Mine Safety Administration.
Baca Juga
Sementara itu, emiten batu bara PT ABM Investama Tbk. (ABMM) memperkirakan harga batu bara pada 2023 ini akan berada di level saat ini, terlepas dengan apa yang terjadi di China. Sebagai informasi, harga batu bara newcastle dengan kontrak Mei 2023 saat ini dihargai pada US$164,90 per ton.
Direktur ABMM Adrian Erlangga mengatakan tahun lalu China memberikan izin untuk pembangunan PLTU baru sebesar 100 GigaWatt (GW). Menurutnya, untuk persiapan PLTU berkapasitas 100 GW, China akan membutuhkan batu bara tambahan.
"Ada sekitar 50 juta ton batu bara yang distop izinnya, hal itu membuat dinamika ini. Menurut saya enggak mungkin pemerintah China mengurangi produksi batu bara," kata Adrian, ditemui pekan ini.
Adapun, ABMM memprediksi harga batu bara akan berada pada level yang tidak jauh dari saat ini, karena permintaannya terus ada, sementara suplainya habis.
"Kami bukan satu-satunya tambang yang cadangannya menurun. Akibatnya dalam waktu dekat, suplai berkurang. Jadi harga akan ada di level saat ini sampai akhir tahun, kecuali ada dinamika yang berbeda," ucapnya.