Bisnis.com, JAKARTA - Emiten tambang logam PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) mengumumkan telah memproduksi 16.769 metrik ton nikel dalam matte pada kuartal pertama 2023, lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
"Perseroan terus menjaga keandalan operasional Furnace 4 setelah pembangunan kembali rampung tahun lalu. Pada Furnace 2, sebagai bagian dari strategi, kami juga telah melakukan perbaikan atap secara aman yang dilakukan lebih awal, yaitu pada Maret 2023, dari rencana sebelumnya pada kuartal IV/2023," jelas CEO dan Presiden Direktur INCO Febriany Eddy dalam keterangan pers, Rabu (19/4/2023).
Febri mengungkapkan, perbaikan pada Furnace 2 juga dilakukan untuk mendapatkan pemulihan penambangan, dengan memaksimalkan armada tambang yang lebih kecil pada proyek bottom one recovery.
Produksi pada kuartal I/2023 sendiri mencapai 16.769 ton nikel dalam matte, di mana jumlah tersebut sekitar 4 persen lebih tinggi dibandingkan dengan volume produksi yang direalisasikan pada kuartal IV/2022 sebanyak 16.183 ton.
Sementara itu, secara year-on-year (yoy), produksi kuartal I/2023 juga tercatat naik 21 persen dibandingkan dengan produksi pada periode yang sama 2021, terutama disebabkan oleh adanya pelaksanaan proyek pembangunan kembali Tanur 4 pada semester I/2022.
Direktur INCO Bernardus Irmanto mengatakan untuk 2023, INCO menargetkan produksi hingga 70.000 ton pada 2023. Jumlah ini sedikit lebih tinggi dari target 2022 sebanyak 64.000 ton.
“Dengan kembalinya Furnace 4, yang jelas produksi tahun depan akan lebih tinggi, di kisaran 70.000 ton,” ungkapnya Bernardus.
Baca Juga
Sebelumnya, INCO berharap dengan kembali beroperasinya Furnace 4, Perseroan bisa memproduksi nikel mencapai 90.000 ton per tahun. Pada 2023, INCO juga berharap harga nikel masih bisa mendukung kinerja keuangan perseroan dengan bergerak di kisaran US$20.000 per ton.
“Pendapatan dan laba INCO tahun depan akan sangat tergantung pada harga komoditas yang mengikuti mekanisme pasar. Kami berharap harga nikel masih di level diatas US$20.000 per ton dan harga komoditas batu bara atau minyak mulai turun. Dengan kondisi seperti itu diharapkan perusahaan akan membukukan kinerja keuangan yang baik,” imbuhnya.
Tahun ini INCO juga menganggarkan belanja modal untuk 2023 sebesar US$110 juta atau Rp1,71 triliun pada 2023 untuk memaksimalkan penyelesaian proyek di Pomalaa dan Bahodopi. Bernardus menyebutkan, INCO akan menggelontorkan sekitar US$110 juta untuk sustaining capital, untuk pengembangan tambang baru dan juga injeksi ekuitas ke perusahaan patungan.