Bisnis.com, JAKARTA - Emiten sektor teknologi PT Global Digital Niaga Tbk. (BELI) atau Blibli mencatatkan pendapatan konsolidasi Rp15,26 triliun sepanjang 2022, tumbuh 72,3% secara tahunan, berkat moncernya kinerja seluruh lini bisnis utama.
Berdasarkan laporan keuangan periode 2022 entitas dagang-el (e-commerce) bagian Grup Djarum itu, tampak bahwa segmen pendapatan pihak ketiga dari ritel online masih menjadi penyumbang pendapatan neto terbesar dengan Rp10,42 triliun atau naik 38,7% yoy.
Pendapatan pihak ketiga lain seperti toko fisik Rp3,58 triliun pun naik 299,4% yoy, sementara pendapatan dari institusi sebesar Rp2,47 triliun tumbuh 155,9% yoy. Adapun, pos diskon dan promosi langsung sebagai pengurang tercatat naik menjadi Rp1,35 triliun per 2022 dari sebelumnya Rp658,78 miliar per 2021.
CFO & Co-Founder Blibli Hendry menjelaskan bahwa keberhasilan mendongkrak pendapatan merupakan salah satu langkah untuk semakin mendekatkan pihaknya pada profitabilitas. Sekadar informasi, rugi sebelum pajak Blibli saat ini tercatat mencapai Rp5,22 triliun.
"Sepanjang 2022, kami melihat seluruh segmen bisnis kami bertumbuh cukup pesat di atas tren industri, disertai dengan kinerja keuangan yang lebih sehat," ungkap Hendry, dikutip Kamis (30/3/2023).
Hendry menjelaskan bahwa kinerja tersebut merupakan hasil dari usaha berkelanjutan melalui beberapa langkah strategis, antara lain ekspansi dalam jumlah pilihan produk, serta mengembangkan eksosistem dan menerapkan efisiensi biaya di berbagai area untuk memperoleh struktur biaya yang lebih baik.
Baca Juga
Adapun, pertumbuhan pendapatan juga dikontribusikan oleh kenaikan total processing value (TPV) pada semua segmen bisnis, berkah munculnya berbagai sentimen positif pada tiap segmen.
Mulai dari kinerja platform Blibli sendiri, pemulihan bisnis industri perjalanan daring yang mendongkrak kinerja platform Tiket.com dalam segmen Ritel 3P, serta konsolidasi penuh dengan PT Supra Boga Lestari Tbk. (RANC) alias Ranch Market untuk mendongkrak kinerja segmen toko fisik.
Secara terperinci, TPV kategori segmen Ritel 1P dan Ritel 3P masing-masing tercatat tumbuh 32% yoy menjadi Rp9,94 triliun dan tumbuh 135% yoy menjadi Rp37,05 triliun. Adapun, TPV segmen institusi tembus Rp10,43 triliun atau tumbuh 28% yoy. Sementara TPV segmen toko fisik mencapai Rp3,97 triliun atau tumbuh 302% yoy.
CEO & Co-Founder Kusumo Martanto menekankan bahwa lonjakan TPV dan pendapatan neto pihaknya didukung oleh pertumbuhan organik yang tergambar dari kenaikan jumlah transacting users dari sebelumnya 3,2 juta pengguna sepanjang 2021 menjadi 5,4 juta pengguna pada akhir 2022.
Selain itu, jumlah belanja per pengguna naik dari Rp7,3 juta pada 2021 menjadi Rp8,7 juta pada 2022 dengan rasio average order value (AOV) tumbuh 43% menjadi Rp1,11 juta, sehingga turut mencerminkan peningkatan kualitas pengguna. Adapun, take rate atau laba kotor sebelum diskon (GPDB) dibagi TPV mencapai 4,2% per 2022 dari sebelumnya 3,8% per 2021.
"Sejak awal, kami selalu menekankan dan berupaya untuk membangun model bisnis yang tepat dengan fokus untuk memberikan pengalaman dan pelayanan terbaik bagi konsumen, mengembangkan hubungan jangka panjang dengan semua mitra, serta mengembangkan ekosistem secara sistematis, yang memungkinkan kami untuk bertumbuh secara berkelanjutan," jelas Kusumo.
Menurut Kusumo, periode 2022 sebenarnya dipenuhi oleh berbagai tantangan serta banyak faktor-faktor yang di luar kendali. Alhasil, adaptasi bisnis merupakan keniscayaan di tengah dinamika perubahan preferensi konsumen dalam bertransaksi, seiring kondisi dibukanya pembatasan akibat pandemi Covid-19.
"Namun, kami tetap memegang teguh arah dan strategi kami sepanjang tahun, termasuk menjalankan berbagai inisiatif baru pada platform e-commerce dan OTA kami, memperdalam berbagai sinergi di dalam ekosistem, serta mempercepat ekspansi kehadiran toko-toko fisik untuk mendorong strategi omnichannel kami," tutupnya.