Bisnis.com, JAKARTA - Kekayaan pemilik Grup Harita Lim Hariyanto Wijaya Sarwono melesat hingga mencapai US$4,9 miliar berdasarkan data Forbes Real Time Billionaire. Kekayaan Lim Hariyanto berada di posisi ke-6 saat ini, menggeser Chairul Tanjung, pemilik Alfamart Djoko Susanto, hingga Tahir.
Dalam daftar Forbes, kekayaan Lim hanya kalah dari Low Tuck Kwong di posisi pertama dengan nilai US$26,7 miliar, pemilik Grup Djarum di posisi kedua dan ketiga yakni R. Budi Hartono dan Michael Hartono, konglomerat keturunan India Sri Prakash Lohia, dan konglomerat Prajogo Pangestu di posisi kelima.
Forbes mencatat kekayaan pria berusia 94 tahun ini didapatkan dari usaha minyak sawit dan tambang nikel. Lim dan keluarganya tercatat memiliki saham mayoritas di perusahaan produsen sawit tercatat Singapura, Bumitama Agri yang memiliki kebun di Indonesia.
Keluarga Lim melalui Grup Harita juga memiliki perusahaan tambang bauksit melalui PT Cita Mineral Investindo Tbk. (CITA).
Sebagai informasi, salah satu usaha Grup Harita PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL) atau Harita Nickel akan menyelesaikan periode penawaran awal saham IPO atau bookbuilding pada Jumat (24/3/2023). NCKL melakukan book building saham IPO pada 15 Maret-24 Maret 2023. Rentang harga penawaran awal Rp1.220-Rp1.250 per saham.
Sebagaimana tertuang dalam prospektus, Trimegah Bangun Persada bisa menawarkan maksimal 12,09 miliar saham atau setara 18 persen. Dengan nilai nominal saham Rp100 dan harga penawaran di kisaran Rp1.220 sampai dengan Rp1.250, IPO NCKL bisa menembus Rp15,11 triliun.
Baca Juga
“Dalam permohonan kami ke Otoritas Jasa Keuangan, kami bisa menawarkan sebanyak-banyaknya 18 persen. Namun itu maksimal. Yang sudah kami alokasikan sesuai kebutuhan perusahaan adalah di Rp9,7 triliun dananya atau US$650 juta. Kemungkinan yang kami tawarkan 12—13 persen atau tidak sampai jumlah maksimal 12,09 miliar saham,” kata Direktur Trimegah Bangun Persada Suparsin Darmo Liwan dalam konferensi pers, Jumat (17/3/2023).
NCKL rencananya akan menggunakan 27,53 persen dari dana IPO untuk membayar utang. Kemudian 2,12 persen untuk belanja modal atau capital expenditure (capex), 32,27 persen untuk setoran modal dan pinjaman ke entitas anak dan asosiasi, dan 38,08 persen untuk modal kerja.