Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak naik dua persen lebih tinggi pada akhir perdagangan Kamis (23/2/2023) waktu setempat, di tengah ekspektasi pemotongan tajam untuk pasokan Rusia bulan depan, tetapi dolar yang lebih kuat dan lonjakan persediaan AS yang lebih tajam dari perkiraan menambah kekhawatiran permintaan.
Mengutip Antara, minyak mentah berjangka Intermediate West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April naik 1,44 dolar AS atau 2,0 persen, menjadi menetap pada 75,39 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April menguat 1,61 dolar AS atau 2,0 persen, menjadi ditutup pada 82,21 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange, dibandingkan dengan sekitar 98 dolar AS per barel menjelang invasi Rusia ke Ukraina setahun lalu.
Harga minyak mendapat dorongan awal dari rencana Rusia untuk memotong ekspor minyak dari pelabuhan-pelabuhan barat hingga 25 persen pada Maret, melebihi pengurangan produksi yang diumumkan sebesar 500.000 barel per hari.
Sementara dolar yang lebih kuat tetap menjadi hambatan jangka pendek untuk minyak mentah, analis UBS mengatakan mereka memperkirakan produksi Rusia yang lebih rendah dan pembukaan kembali China akan memperketat pasar minyak dan mendukung harga.
Indeks dolar naik untuk sesi ketiga berturut-turut, setelah risalah dari pertemuan Federal Reserve AS terbaru pada Rabu (22/2/2023) menunjukkan mayoritas pejabat Fed setuju bahwa risiko inflasi tinggi menjamin kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Baca Juga
Greenback yang lebih kuat membuat minyak berdenominasi dolar lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, menekan permintaan. Kedua harga acuan minyak kehilangan lebih dari dua dolar AS di sesi sebelumnya setelah rilis risalah Fed.
Harga minyak juga berada di bawah tekanan setelah data pemerintah AS menunjukkan persediaan minyak mentah negara itu naik untuk kesembilan kalinya berturut-turut pekan lalu, memicu kekhawatiran permintaan.
Stok minyak mentah AS naik 7,6 juta barel dalam sepekan hingga 17 Februari, Badan Informasi Energi AS (EIA) melaporkan Kamis (23/2/2023), lebih dari tiga kali lipat ekspektasi para analis untuk kenaikan 2,1 juta barel.
"Sehubungan dengan tekanan yang datang dari Federal Reserve pada permintaan dan cuaca yang menghangat di AS dan Eropa, ada kekhawatiran menyeluruh tentang sisi permintaan," kata Tony Headrick, analis pasar energi di CHS Hedging