Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News BisnisIndonesia.id: Pudar Kilau Saham Adaro hingga Laju Lesat Impor Pangan

Era keemasan saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk. mulai memudar, mengingat saham emiten batu bara tersebut sudah anjlok 23,12 persen dalam waktu sebulan saja.
Presiden Direktur PT Adaro Energy Indonesia Tbk (Adaro) Garibaldi Thohir (kanan) bersama Presiden Komisaris  Adaro Edwin Soeryadjaya (kedua kanan), Wakil Presiden Komisaris Adaro Theodore P. Rachmat (kiri) dan Komisaris Arini Saraswati Subianto, pada acara HUT Adaro ke-30, di Hotel Mulia (20/10/2022).
Presiden Direktur PT Adaro Energy Indonesia Tbk (Adaro) Garibaldi Thohir (kanan) bersama Presiden Komisaris Adaro Edwin Soeryadjaya (kedua kanan), Wakil Presiden Komisaris Adaro Theodore P. Rachmat (kiri) dan Komisaris Arini Saraswati Subianto, pada acara HUT Adaro ke-30, di Hotel Mulia (20/10/2022).

Bisnis.com, JAKARTA — Era keemasan saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk. mulai memudar, mengingat kini saham emiten batu bara tersebut sudah anjlok 23,12 persen dalam waktu sebulan saja setelah sepanjang 2022 lalu meroket 71,1 persen.

Artikel tentang Memoles Lagi Kilau ADRO yang Memudar menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, sejumlah sajian menarik lainnya turut terhidang dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.

Berikut ini sorotan Bisnisindonesia.id, Kamis (02/02/2023):

1. Memoles Lagi Kilau ADRO yang Mulai Memudar

Era keemasan saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk. mulai memudar, mengingat kini saham emiten batu bara tersebut sudah anjlok 23,12 persen dalam waktu sebulan saja setelah sepanjang 2022 lalu meroket 71,1 persen. Akankah penguatan kembali terjadi?

Peningkatan pesat saham emiten berkode ADRO ini sepanjang 2022 lalu sejatinya sangat masuk akal dan beralasan. Kinerja keuangan perseroan memang melaju pesat menembus rekor.

Bahkan di semester pertama 2022 saja, laba ADRO sudah melampaui capaian laba setahun penuh 2021. Padahal, laba 2021 sendiri sudah merupakan rekor bagi ADRO.

Kinerja yang luar biasa ini terjadi akibat lonjakan pesat harga komoditas energi global akibat krisis rantai pasok yang dipicu oleh konflik Rusia-Ukraina. Alhasil, batu bara yang semula ingin ditekan konsumsinya seiring dengan kampanye net zero emission, justru menjadi andalan global.

2. Jurus BSI (BRIS) Pertahankan Momentum Pertumbuhan Kinerja

PT Bank Syariah Indonesia Tbk. punya segudang agenda untuk memperkuat kinerja dan mengembangkan ekonomi syariah tahun ini. Setelah sukses mencetak peningkatan laba fantastis tahun lalu, emiten berkode BRIS ini optimistis bakal mampu menjaga momentum pertumbuhan tersebut.

BRIS baru saja merilis laporan keuangan untuk periode akhir tahun 2022. Hasilnya, perseroan mencetak laba bersih senilai Rp4,3 triliun, tumbuh 42,3 persen secara tahunan (year-on-year/ YoY) dibandingkan dengan perolehan laba pada 2021 yang mencapai Rp3,02 triliun.

Berdasarkan laporan keuangan BSI yang dipublikasikan di Harian Bisnis Indonesia, peningkatan laba ini terjadi seiring dengan peningkatan pendapatan penyaluran dana sebesar 10 persen YoY dari Rp18,6 triliun per Desember 2021 menjadi Rp20,46 triliun per Desember 2022.

Kemudian, peningkatan laba BSI juga terdorong oleh pendapatan berbasis komisi atau fee based income yang naik 25 persen dari Rp1,2 triliun pada 2021 menjadi Rp1,5 triliun pada 2022. Ini membuat laba operasional BSI naik dari Rp4,09 triliun pada akhir 2021 menjadi Rp5,64 triliun pada 2022.

3. Harga Beras Dorong Inflasi Januari, Manajemen Stok Bermasalah

Badan Pusat Statistik mencatat bahwa inflasi pada Januari secara bulanan atau month to month mencapai 0,34 persen. Harga beras dan BBM menyumbang kenaikan inflasi di Januari 2023.Sementara itu, inflasi komponen inti pada Januari 2023 secara tahunan tercatat sebesar 3,27 persen, inflasi secara bulanan (mtm) 0,33 persen, dan inflasi year to date (y-to-d) 0,33 persen.

Dibandingkan Desember 2022 yang tercatat sebesar 3,36 persen, inflasi komponen inti secara tahunan pada Januari 2023 mengalami peningkatan 0,01 persen. Pada Desember 2022 juga tercatat bahwa inflasi kelompok inti secara bulanan mencapai 0,22 persen (mtm), dan inflasi tahun kalender sebesar 3,36 persen (y-to-d).

Berdasar informasi Bank Indonesia, di situs bi.go.id, inflasi inti adalah komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi.

Inflasi inti dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, lingkungan eksternal yakni nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang, serta ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen.

4. Masih Terbebani Asuransi Bermasalah, Premi Masih Terjaga

Industri asuransi mampu mempertahankan pendapatan premi, di tengah gempuran asuransi bermasalah yang masih menjadi pekerjaan rumah regulator.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan, penghimpunan premi di industri perasuransian mampu mencapai Rp27,63 triliun pada Desember 2022. Pendapatan premi tersebut ditopang dari premi asuransi jiwa.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar merincikan penghimpunan premi tersebut berasal dari premi asuransi jiwa dan asuransi umum yang masing-masing mencapai Rp16,41 triliun dan Rp11,22 triliun pada Desember 2022.

Adapun pertumbuhan premi tersebut juga sejalan dengan menguatnya permodaan industri asuransi jiwa dan asuransi umum dengan risk-based capital (RBC) yang masing-masing mencatatkan di angka 484,22 persen dan 326,99 persen.

5. Ketahanan Pangan RI Meningkat, Tapi Impor Makin Melesat

Indeks ketahanan pangan Indonesia menunjukkan perbaikan pada 2022 meski pasokan pangan menipis serta keran impor sejumlah komoditas kian terbuka.

Global Food Security Index (GFSI) melaporkan ketahanan pangan Indonesia berada di posisi 63 dari 113 negara dengan skor 60,2 pada 2022. Capaian ini menjadi yang terbaik dalam tiga tahun terakhir.

Pada 2020 misalnya, Indonesia hanya mencapai skor 59,5 dalam indeks ketahanan pangan dengan peringkat 65 dan makin melemah menjadi 59,2 poin yang menyebabkan posisi RI makin terjerembab pada peringkat 69 pada 2021.

Posisi terbaru tersebut melampaui Thailand dan Filipina yang masing-masing berada di peringkat 64 dan 67, tapi tidak sebaik Vietnam dan Malaysia yang berada di peringkat 46 dan 41.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Fatkhul Maskur
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper