Bisnis.com, JAKARTA - Indeks harga saham gabungan (IHSG) kembali melemah pada perdagangan Rabu (10/1/2023) sesi I, di tengah kejatuhan saham bank jumbo seperti BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI.
IHSG ditutup melemah 0,51 persen atau 33,96 poin menjadi 6.588,54 pada akhir sesi I hari ini. Sepanjang sesi, IHSG bergerak di rentang 6.557,92-6.622,79.
Terpantau 178 saham naik, 355 saham melemah, dan 159 saham stagnan. Total transaksi Rp5,7 triliun, dan kapitalisasi pasar Rp9.155,57 triliun.
Di deretan saham paling banyak diperdagangkan pagi ini, saham BBCA berada di puncak dengan nilai transaksi Rp500,8 miliar. Namun, saham BBCA turun 1,22 persen ke Rp8.075.
Senada, berturut-turut saham bank jumbo menjadi yang terlaris pagi ini. Setelah BBCA, ada BBRI dengan transaksi Rp496,5 miliar, BMRI Rp447,5 miliar, dan BBNI Rp228,3 miliar.
Namun, seluruh saham bank jumbo tersebut ikut melemah. Saham BBRI turun 0,68 persen, BMRI lesu 2,16 persen, dan BBNI turun 3,44 persen.
Baca Juga
Analis memang memprediksi IHSG masih akan tertekan pada awal tahun 2023. Ada empat sentimen utama yang menjadi penekan IHSG, terutama sikap investor yang masih wait and see menunggu pengumuman The Fed awal Februari mendatang.
Sentimen lain yang mempengaruhi pergerakan IHSG awal tahun yaitu potensi switching ke market china karena memiliki valuasi lebih rendah, prediksi harga komoditas yang cenderung bergerak turun, dan proyeksi pertumbuhan ekonomi indonesia yang berada di bawah 5 persen
Senior investment information Mirae Asset Sekuritas Martha Christina menyebutkan IHSG yang diperkirakan bergerak tertekan disebabkan minimnya transaksi di awal Januari.
“Hal ini terlihat dari wait and see investor terhadao data ekonomi terbaru dan jelang pengumuman Fed rate pada awal februari mendatang,” katanya dalam acara Media Day Mirae Asset Sekuritas, Selasa (10/1/2023).
Lebih lanjut Martha menjelaskan pada bulan Januari, IHSG diperkirakan bergerak di kisaran terbatas dengan support di level 6.739 dan resistance di level 7.084 dengan target IHSG di level 6.953.
Martha juga menyebutkan prediksi komoditas batu bara dan minyak cenderung lebih rendah dibanding 2022 disebabkan oleh resesi, dimana resesi menyebabkann permintaan komoditas rendah meskipun china sendiri telah melonggarkan kebijakan Covid 19.
“Market China juga dibuka lagi sehingga membuat valuasi mereka lebih murah dan ada potensi outflow berpindah. Kemudian adanya ekspektasi bahwa tahun ini ekonomi Indonesia melambat dengan ramalan dibawah 5 persen,” kata Martha.