Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penerbitan Obligasi Korporasi Turun, Reksa Dana Terproteksi Kurang Semarak?

Jumlah produk reksa dana terproteksi diprediksi tidak akan bertambah banyak pada tahun 2023 akibat melesunya penerbitan obligasi korporasi.
Warga mengakses informasi tentang reksa dana di Jakarta, Rabu (6/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Warga mengakses informasi tentang reksa dana di Jakarta, Rabu (6/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Jumlah produk reksa dana terproteksi diprediksi tidak akan bertambah banyak pada tahun 2023 akibat melesunya penerbitan obligasi korporasi.

Research & Consulting Manager PT Infovesta Utama Nicodimus Anggi Kristiantoro mengatakan penambahan produk reksa dana terproteksi pada tahun 2023 diprediksi tidak signifikan. Hal ini disebabkan oleh outlook penerbitan obligasi korporasi pada tahun depan di tengah tren suku bunga yang tinggi.

Sebagai informasi, obligasi korporasi merupakan salah satu instrumen yang dijadikan aset dasar oleh manajer investasi untuk membuat produk reksa dana terproteksi. 

Prospek penerbitan obligasi korporasi juga ditekan oleh sentimen pemilu. Nico memaparkan menjelang pemilu emiten akan cenderung menunda kegiatan ekspansi. 

"Ekspansi yang tertunda biasanya akan berimbas pada turunnya penerbitan obligasi korporasi," jelasnya saat dihubungi, Selasa (27/12/2022).

Di sisi lain, Nico memprediksi jumlah dana kelolaan reksa dana terproteksi masih berpeluang naik. Menurutnya hal tersebut dapat terjadi jika kondisi pasar memasuki tren upside pada semester II/2023.

Adapun, Nico merekomendasikan reksa dana terproteksi untuk investor yang konservatif dengan horizon investasi jangka menengah - panjang. Produk ini dapat digunakan untuk menjaga cash flow di tengah volatilitas pasar. 

Nico menyarankan investor untuk mencari reksa dana terproteksi dengan aset dasar kombinasi antara obligasi perusahaan dan surat utang negara (SUN). 

"Obligasi negara agar aman, sedangkan yang korporasi untuk mendapat kupon lebih tinggi dan di atas level investment grade," tutupnya.

Adapun, turunnya jumlah dana kelolaan reksa dana terproteksi disebabkan oleh return yang kurang optimal pada produk ini. Nico mengatakan banyak investor yang melepas instrumen ini karena penurunan harga obligasi yang menjadi aset dasar reksa dana terproteksi. 

Investor juga lebih memilih untuk membeli obligasi secara langsung. Hal tersebut karena insentif perpajakan pada reksa dana terproteksi yang telah dihapus. "Investor institusi lebih memilih beli obligasi langsung karena dirasa lebih efisien dan terhindar dari management fee yang dibayarkan kepada manajer investasi ketika membeli produk terproteksi," pungkasnya. 

Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dikutip pada Selasa (27/12/2022) mencatat jumlah dana kelolaan reksa dana terproteksi sebesar Rp98,02 triliun pada November 2022. Jumlah tersebut menurun bila dibandingkan dengan perolehan Oktober 2022 sebesar Rp101,65 triliun 

Adapun, penurunan dana kelolaan reksa dana terproteksi sudah terjadi sejak pertengahan tahun 2022. Pada Juni 2022, dana kelolaan reksadana terproteksi tercatat sebesar 109,70 triliun. Jumlah tersebut kemudian menurun menjadi Rp106,83 triliun pada Juli 2022.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper