Bisnis.com, JAKARTA — Harga emas diperkirakan masih akan tertekan pekan depan seiring meredanya ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel serta munculnya tekanan dari kebijakan The Fed.
Berdasarkan data Reuters pada Minggu (29/6/2025), harga emas di pasar spot mencatatkan pelemahan 1,94% ke level US$3.269,2 per troy ounce.
Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi memproyeksikan harga emas untuk perdagangan besok, Senin (30/6/2025) akan bergerak fluktuatif namun melemah di rentang US$3.232,64 - US$3.305,64 per troy ounce. Terdapat sejumlah faktor yang mendorong pelemahan harga emas.
"Gencatan senjata antara Israel dan Iran yang ditengahi oleh Presiden AS Donald Trump meredakan risiko geopolitik di Timur Tengah," kata Ibrahim dalam keterangan tertulisnya pada Minggu (29/6/2025).
Faktor lainnya adalah Senat AS yang dikuasai Partai Republik telah meloloskan rancangan undang-undang pemotongan pajak dan belanja negara AS. Kondisi tersebut meningkatkan kemungkinan bahwa para legislator akan dapat meloloskan undang-undang tersebut dalam beberapa hari mendatang.
Selain itu, inflasi tahunan di AS yang diukur dengan perubahan Indeks Harga Belanja Konsumsi Pribadi (Personal Consumption Expenditure/PCE) naik menjadi 2,3% per Mei dari 2,2% per April. Pembacaan ini sesuai dengan ekspektasi pasar.
Baca Juga
Faktor lainnya Ketua The Fed Jerome Powell muncul di hadapan Kongres AS pekan ini, di mana ia menyatakan kehati-hatiannya agar tidak memangkas suku bunga terlalu cepat dan memperingatkan bahwa inflasi yang disebabkan oleh tarif mungkin terbukti lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya.
Pasar pun saat ini memprakirakan peluang 18% pemotongan suku bunga The Fed per Juli 2025. Sementara pasar memprakirakan probabilitas 70% pemotongan suku bunga The Fed per September 2025 mengacu FedWatch dari CME Group.
Analis Dupoin Futures Indonesia, Andy Nugraha mengatakan secara teknikal, tekanan bearish masih cukup kuat membayangi pergerakan harga emas. Terdapat sejumlah faktor yang menjadi penekan.
Pernyataan hawkish The Fed dari Jerome Powell menjadi salah satu sentimen utama yang membatasi penguatan harga emas. Sinyal hawkish membuat pasar tetap diliputi ketidakpastian, yang berdampak pada gerak harga emas.
Sementara itu, data ekonomi terbaru dari AS juga turut menjadi sorotan. Penjualan rumah baru AS tercatat turun tajam sebesar 13,7% pada Mei, jauh di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan penurunan hanya sekitar 4%. Tingginya suku bunga hipotek yang mendekati 7% menjadi salah satu faktor utama yang menekan sektor perumahan.
Selain itu, pasar juga tengah menantikan rilis data penting seperti pesanan barang tahan lama, produk domestik bruto (PDB), dan klaim tunjangan pengangguran untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai kondisi perekonomian AS.
“Pasar saat ini sangat sensitif terhadap pernyataan The Fed dan rilis data ekonomi AS. Selama ketidakpastian ini berlangsung, emas masih berpotensi bergerak volatil dalam range terbatas,” ujar Andy dalam risetnya.