Bisnis.com, JAKARTA – Usai mendapatkan persetujuan rights issue, saham PT Bank Tabungan Negara Tbk. (BBTN) perlagan mengalami penguatan ke level Rp1.500 pada hari ini. Apakah penguatan itu hanya ditopang aksi korporasi atau secara fundamental?
Tirta Widi Gilang Citradi, Analis MNC Sekuritas mengatakan transformasi dan business process improvement (BPI) berhaasil yang terlihat dalam laporan keuangan 2 tahun terakhir. “Salah satunya terlihat karena kualitas aset BTN semakin baik dan NPL terus turun secara gradual,” ujarnya, Kamis (20/10/2022).
Menurutnya, berkat BPI hampir tidak ada NPL pada kredit baru. Pada 2021, NPL new booking pada segmen konsumer hanya 0,07 persen dan SME sebesar 0,98 persen. Sementara untuk komersial dan korporasi tercatat 0 persen. Sementara pada 2022, NPL new booking untuk seluruh segmen tercatat 0 persen.
Bukan hanya kualitas kredit, transformasi yang dilakukan di kantor cabang pun mampu meningkatkan efektivitas dalam penyaluran kredit. Pada 2021, kredit BTN tumbuh 5,66 persen menjadi Rp 274,83 triliun. Sementara itu pada semester I-2022, kredit tercatat tumbuh 7,61 persen menjadi Rp286,15 triliun. Kredit baru pada 6 bulan pertama tahun ini mencapai Rp38,92 triliun, yang terdiri untuk pembiayaan perumahan Rp 20,79 triliun dan non pembiayaan perumahan Rp18,13 triliun.
Menurut Tirta persaingan BTN dengan bank lain terjadi pada KPR non subsidi. Nasabah yang tergolong ekonomi mampu memiliki bayak pilihan untuk menggunakan bank mana saja. “Di sini layanan terhadap nasabah menjadi yang utama, karena dari sisi pricing semuanya hampir sama,” ujarnya.
Transformasi di cabang pun efektif meningkatkan penghimpunan dana murah dalam produk tabungan dan giro (current account saving account/CASA). Kedua produk ini meningkat 22,95 persen menjadi Rp137,45 triliun. Otomatis porsi CASA terhadap DPK juga naik menjadi 45 persen dibandingkan setahun sebelumnya 37,5 persen.
Baca Juga
Patut dicatat, strategi pengembangan dana murah ini juga tidak membuat likuiditas BTN menjadi ketat. Likuiditas terpantau masih optimal yang tercermin pada loan to deposits ratio (LDR) di level 93,11 persen. Sejarah mencatat, likuiditas BTN pada tahun-tahun sebelum pandemi Covid-19, selalu ketat dengan LDR di atas 100 persen. Misalkan pada akhir 2019 tercatat LDR 113 persen, sementara pada 2018 dan 2017 masing-masing tercatat 103 persen.
Piter Abdullah, Direktur Eksekutif Segara Institute mengatakan BTN berada dalam jalur yang tepat dengan fokus pada pengembangan DPK terutama pada produk dana murah. Menurutnya, bila likuiditas cukup ample dan cost of fund rendah maka laba BTN bisa tumbuh secara konsisten dan berkelanjutan dari tahun ke tahun.
“Saat ini NIM (net interest margin) BTN cukup tinggi karena cost of fund yang rendah. Tentunya, diharapkan hal ini bisa konsisten, agar laba terus tumbuh,” ujarnya. Pada semester I/2022, NIM BTN tercatat 4,58 persen dan merupakan NIM tertinggi sejak 2018 lalu.
Dia menambahkan, proses transformasi yang dilakukan cukup menyeluruh karena dilakukan relokasi dan optimalisasi karyawan. Hal ini membuat efektifitas kinerja setiap karyawan dan cabang pun meningkat signifikan.
Pendapatan operasional sebelum pencadangan (pre-provisioning operating profit/PPOP) untuk setiap karyawan naik dari Rp462 juta pada 2018 menjadi Rp707 juta pada Juni 2022. Sementara rata-rata PPOP untuk cabang naik 2 kali lipat dari Rp5,18 miliar menjadi Rp10,79 miliar.