Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah pada perdagangan akhir pekan, Jumat (7/10/2022).
Mengutip data Bloomberg pukul 15.00 WIB, nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,46 persen atau turun 70,5 poin dan membawanya ke posisi Rp15.258 per dolar AS.
Indeks dolar AS terpantau berada di level 112,097 atau melemah tipis 0,07 persen.
Sejumlah mata uang di kawasan Asia Pasifik tercatat melemah terhadap dolar AS, di antaranya dolar Hong Kong terdepresiasi 0,01 persen, dolar Taiwan 0,47 persen, won Korea 0,71 persen, peso Filipina 0,45 persen, dan rupee India turun 0,60 persen.
Sementara itu, mata uang Asia Pasifik lainnya yang menguat pada penutupan perdagangan hari ini antaralain dolar Singapura naik tipis 0,01 persen dan yuan China terapresiasi 0,13 persen.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan rupiah dibuka berfluktuatif pada perdagangan hari ini, tetapi melemah di kisaran Rp15.170—Rp15.230 per dolar AS.
"Pada perdagangan akhir pekan ini, mata uang rupiah ditutup melemah 63 poin walaupun sebelumnya sempat melemah 75 poin di level Rp15.251 dari penutupan sebelumnya di level Rp15.187," ujarnya dalam riset harian, Jumat (7/10/2022).
Sedangkan untuk perdagangan pekan depan, Senin (10/10/2022) mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.240—Rp. 15.290.
Di sisi lain, Senior Economist Samuel Sekuritas Fikri C. Permana mengatakan, rilis data cadangan devisa September 2022 diharapkan menjadi hal positif bagi perkembangan pasar keuangan Indonesia hari ini.
“Terlebih capital inflow IHSG Kamis (6/10/2022) senilai Rp4,06 triliun sangat kuat dan dorong apresiasi rupiah,” ujarnya dalam riset, Jumat (7/10/2022).
Senada, Tim Analis NH Korindo Sekuritas menyebutkan investor saat ini tengah menantikan data cadangan devisa Indonesia di tengah volatilitas nilai tukar rupiah yang relatif lebar atau berada dalam rentang Rp15.150 - Rp15.300 per dolar AS dalam sepekan.
“Walaupun tidak secara langsung, pelaku pasar juga mengantisipasi dampak pemangkasan produksi negara produsen minyak mentah OPEC+ sebesar 2 juta Bpd mulai November 2022 mendatang,” tuturnya.
Pemangkasan produksi mengurangi persediaan minyak mentah global, berdampak pada kenaikan harga bahan bakar yang pada akhirnya kembali menambah beban angka inflasi.
Inflasi secara tahunan telah meningkat sebesar 5,95 persen akibat dampak lanjutan dari kenaikan harga BBM, serta tingginya harga pangan global dan energi.