Bisnis.com, JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan alias IHSG masih berpotensi menguat hingga di kuartal IV/2022.
Menurut Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana ada beberapa sentimen di pasar modal yang perlu dicermati para investor saham.
“Pertama, inflasi di mana harga bahan baku naik termasuk sektor pangan yang berpotensi menambah tekanan,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (30/9/2022).
Sentimen berikutnya, lanjut Wawan, datang dari kurs asing di mana dolar AS dan hampir semua mata uang dunia menguat.
Walau begitu, mata uang rupiah termasuk resilien karena tidak melemah terlalu dalam, seiring aliran dana asing yang masuk dan pertumbuhan ekonomi relatif baik.
Di sisi lain, Wawan masih optimistis jika IHSG bisa menyentuh level 7.300–7.400 pada akhir 2022 ini dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5 persen. Meskipun, menurut data BEI selama periode 26-30 September 2022, rata-rata frekuensi transaksi harian turun 7,82 persen karena kondisi global dan regional yang masih penuh tekanan.
Baca Juga
“Adanya aliran modal asing dan pertumbuhan beberapa sektor masih cukup signifikan. Misalnya harga komoditas tinggi, terutama batu bara dan nikel yang membuat neraca perdagangan surplus,” imbuh Wawan.
Lebih lanjut, aliran dana asing masuk ke Indonesia terutama di sektor tambang dan teknologi, begitu juga dengan kasus Covid-19 yang terkendali.
Saham sektoral yang dinilai Wawan prospektif untuk kuartal IV/2022 di antaranya adalah sektor perbankan, konsumer, industri otomotif, terutama komoditas batu bara yang diprediksi mendapat sentimen positif dari kenaikan harga batu bara global.
“Di Indonesia, secara rata-rata biaya produksi satu ton batu bara adalah 40-45 dolar AS, namun harga acuan batu bara kini menembus rekor US$321 ton pada Agustus 2022. Secara profit tentu tinggi sekali untuk para emiten batu bara,” tambah Wawan.
Selanjutnya, saham telekomunikasi relatip tetap bertumbuh seiring pemanfaatan data yang terus meningkat di dalam negeri.
Sedangkan terkait kurs dolar AS yang semakin kuat menjadi tantangan tersendiri bagi emiten yang mengimpor bahan baku, seperti sektor farmasi. Sementara itu untuk sektor properti masih mendapat tantangan penurunan penjualan akibat suku bunga tinggi.
Wawan mengingatkan investor untuk tetap memperhatikan pertumbuhan dari sisi bisnis dan perbaikan profitabilitas emiten, misalnya dari sisi peningkatan penjualan atau strategi untuk mengecilkan kerugian.
“Namun, jika laporan keuangan di kuartal ketiga masih memburuk, maka wajar jika harga saham berpotensi menurun,” tutup Wawan.
Sebagai catatan, inflasi di Indonesia pada Agustus 2022 tercatat sebesar 4,69 persen secara tahunan, lebih rendah dari inflasi pada bulan sebelumnya yaitu 4,94 persen year-on-year.
Persentase inflasi Indonesia tercatat lebih baik jika dibandingkan inflasi AS yang menyentuh 8,3 persen dan Inggris sebesar 9,9 persen pada Agustus 2022.
Meski kenaikan harga BBM sempat membuat inflasi di bulan September 2022 naik sekitar 5,89 persen, namun relatif terkendali.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebut tekanan inflasi akan mereda pada Oktober 2022 dan akan kembali pada tren yang normal pada November 2022.