Bisnis.com, JAKARTA – Harga emas dunia melemah seiring dengan sentimen penguatan dolar AS setelah keputusan The Fed menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin.
Berdasarkan data Bloomberg, sampai akhir perdagangan Jumat (24/9/2022) harga emas Comex mengalami penurunan hingga 25,50 poin atau 1,52 persen ke US$1.655,60 per troy ons. Selain itu, harga emas spot terpantau turun 27,28 poin atau 1,63 persen ke US$1.643,94 per troy ons.
Analis Monex Investindo Futures (MIFX) Faisyal menyebutkan harga emas cenderung turun lantaran outlook menguatnya dolar AS akibat keputusan Federal Reserve AS yang menaikan suku bunga sebesar 75 bps dalam pertemuan mereka di pekan ini serta diproyeksikan suku bunga akan terus di naikan hingga akhir tahun 2023.
Analis MIFX Faisyal menambahkan, harga emas juga ditekan oleh optimisnya data ekonomi AS seperti klaim awal tunjangan pengangguran yang menunjukkan sebanyak 213.000 orang yang mengajukan klaim pada pekan lalu, naik tipis dari 208.000 dari pekan sebelumnya, namun di bawah estimasi untuk jumlah klaim sebesar 218.000.
Sementara itu, data neraca berjalan juga menunjukkan defisit yang mengecil di kuartal kedua dengan berkontraksi sebesar 11,1 persen menjadi US$251,1 miliar, ini lebih baik dari perkiraan untuk defisit US$261 miliar.
Pasar juga memantau katalis dari data ekonomi AS seperti Flash Services PMI yang mencapai 49,2, hasilnya lebih tinggi dari ekspektasi di 45,5 dan Flash Manufacturing PMI yang juga dirilis 51,8 atau lebih tinggi dari ekspektasi 51,0.
Baca Juga
Harga emas turun ke level terendah sejak awal pandemi, lantaran tingginya aksi jual setelah sejumlah Bank Sentral mengukuti jejak Federal Reserve AS untuk menaikkan suku bunga demi meredam inflasi.
Mengutip data Bloomberg, harga emas spot tercatat turun 1,67 persen ke US$1.643 per troy ons. Sepanjang tahun berjalan, harganya turun hingga 8,69 persen, dan dalam enam bulan terakhir harganya turun hingga 15,48 persen.
Harga emas juga bahkan turun 20 persen dari posisi tertinggi sepanjang masa yang dicapai pada Maret2022 lalu karena tingginya aksi jual dan mundurnya pelaku pasar dari pasar komoditas hingga saham sejalan dengan penguatan indeks dolar AS yang mencapai rekor.
“Pelemahan harga emas masih akan terus bertahan karena pengetatan moneter yang membuat emas jadi lebih mahal. Namun, kekhawatiran akan resesi dan eskalasi perang antara Rusia dan Ukraina bisa mendukung kenaikan harganya,” kata Gnanasekar Thiagarajan, Direktur Commtrendz Risk Management Services, dilansir Bloomberg Minggu (25/9/2022).
Senada, Analis senior OANDA Edward Moya mengatakan, kekuatan dolar AS akan membuat emas rentan dalam jangka pendek, terutama melihat ekonomi yang jelas menuju resesi.
Kepala Strategi Komoditas Saxo Bank, Ole Hansen juga mengatakan bahwa emas dan logam semi-investasi lainnya seperti perak dan platinum kemungkinan akan terus berada di bawah tekanan sampai pasar mencapai puncak hawkish.
"Harga emas akan diperdagangkan secara sideways selama sisa tahun ini," katanya.
Menyusul penurunan harga emas, harga saham emiten-emitennya juga mengalami penurunan, seperti saham PT United Tactors Tbk. (UNTR) yang mencatatkan penurunan hingga 3,13 persen ke Rp34.000, disusul harga saham PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BRMS) tercatat turun 2,73 persen ke Rp178.
Adapun, saham PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) turun 1,92 persen ke Rp2.040, dan saham PT J Reources Asia Pasifik Tbk. (PSAB) juga turun 0,82 persen ke Rp121 per saham. Selain itu, saham MDKA juga terpantau turun 0,71 persen ke Rp1.400 per saham.
Kendati yang lain mengalami penurunan, saham PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) mengalami kenaikan 0,51 persen dan saham PT Archi Indonesia Tbk. (ARCI) juga tercatat naik 1,15 persen ke Rp352.