Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Dibuka Stagnan Meski The Fed Berpotensi Kerek Suku Bunga

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terpantau stagnan pada pembukaan perdagangan hari ini, Kamis (15/9/2022)
Karyawati menghitung uang rupiah di salah satu kantor cabang PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. di Jakarta, Selasa (16/8/2022). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati menghitung uang rupiah di salah satu kantor cabang PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. di Jakarta, Selasa (16/8/2022). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terpantau stagnan pada pembukaan perdagangan hari ini, Kamis (15/9/2022).

Berdasarkan data Bloomberg, di pasar spot, nilai tukar rupiah berada pada level Rp14.907,5 per dollar AS, atau belum berubah dari posisi penutupan Rabu (14/9/2022) kemarin. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau melemah 0,02 persen ke posisi 109,63

Sejumlah mata uang lainnya di kawasan Asia Pasifik terpantau melemah terhadap dolar AS, antara lain, ringgit Malaysia 0,04 persen, yen Jepang 0,06 persen, baht Thailand 0,12 persen, dan won Korea Selatan 0,23 persen.

Sementara itu, nilai tukar yen Jepang terpantau menguat 0,07 persen, peso Filipina menguat 0,15 persen, dan dolar Hong Kong naik 0,02 persen.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memproyeksikan mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp14.890 - Rp14.930 per dolar AS pada hari ini.

Ibrahim mengatakan indeks dolar AS sempat menguat terhadap mata uang lainnya setelah kenaikan tajam sesi sebelumnya setelah laporan inflasi AS yang lebih panas dari perkiraan.

Harga Konsumen menunjukkan pertumbuhan tahunan sebesar 8,3 persen untuk Agustus, di atas perkiraan 8,1 persenoleh para ekonom. Adapun, data 'core CPI' naik 0,6 persen, dua kali lipat dari yang diharapkan, dan mendorong tingkat inflasi inti tahunan naik menjadi 6,3 persen dari 5,9 persen pada Juli, atau tertinggi 40 tahun pada Maret.

“Para ekonom telah memperingatkan bahwa The Fed pada akhirnya dapat mendorong Amerika Serikat ke dalam resesi yang dalam dengan kenaikan suku bunga paling tajam dalam empat dekade, mengatakan sektor perumahan yang terbang tinggi dan pasar saham yang pernah bergairah bisa berakhir menjadi korban The Fed,” papar Ibrahim dalam riset.

Pasar telah memperkirakan kemungkinan besar bahwa Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pekan depan, tetapi kemungkinan kenaikan suku bunga penuh 1 persen sekarang juga sedang dipertimbangkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper