Bisnis.com, JAKARTA — Rencana PT Telkom Indonesia Tbk. (TLKM) untuk menggabungkan bisnis internet pita lebarnya (broadband) Indihome dengan bisnis mobile internet anak usahanya PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) dinilai bisa berdampak positif bagi kinerja Telkom.
Langkah tersebut bisa mempercepat transformasi ke Fixed Mobile Convergence (FMC) perusahaan telekomunikasi pelat merah itu.
“Ini bisa berdampak positif karena mempercepat transformasi menjadi FMC sebagaimana sudah banyak dipraktikkan di negara lain," kata analis Henan Putihrai Sekuritas Steven Gunawan, Jumat (19/8/2022).
Jika merger bisa terealisasi, Steven mengatakan Telkom akan menjadi pemain bisnis sektor telekomunikasi pertama yang mampu melakukan konvergensi secara komprehensif. Dia mencatat hal serupa juga dilakukan PT XL Axiata Tbk. (EXCL) melalui XL Satu-nya, tetapi menurutnya belum menyeluruh.
Steven merekomendasikan buy untuk saham TLKM dengan target harga Rp5.500 yang setara dengan rasio enterprise value to EBITDA (EV/EBITDA) sebesar 6-7 kali.
“Skemanya nanti belum tentu merger, bisa saja seperti EXCL dengan XL Satu-nya,” kata Steven menambahkan.
Baca Juga
Rencana penggabungan bisnis broadband dan nirkabel diungkapkan Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah sebagai langkah perombakan perseroan. Hal tersebut disampaikan Ririek dalam Telkom Group Investor Day di Nusa Dua, Bali, Jumat (19/8/2022), saat ditanya oleh analis mengenai rencana aksi korporasi itu. “Saat ini dalam tahap ke sana,” ujarnya.
Ririek mengatakan terdapat dua hal utama yang diperhatikan TLKM dalam menjalankan aksi korporasi itu. Pertama, Telkom memiliki fundamental bagus sebagai pembayar pajak terbesar dan berkontribusi sebagai salah satu pembayar dividen terbesar kepada negara. Oleh sebab itu, penggabungan usaha ini dia sebut akan menghasilkan nilai modal berganda dalam meningkatkan skala bisnis BUMN telekomunikasi itu.
Kedua, sambungnya, merger akan mendorong nilai kapitalisasi di pasar modal secara valuasi. Namun, dia memastikan penggabungan usaha tersebut tidak hanya akan ditempuh dengan melepas aset Indihome ke Telkomsel. Seperti diketahui 35 persen saham Telkomsel dimiliki oleh Singtel Singapura, sedangkan 65 persen digenggam Telkom.
"Ketika kami memindahkan, dari Indihome ke Telkomsel itu tentunya tujuan utama tidak hilangkan, kami tidak jual Indihome pada Singtel,” terangnya.
Dia mengatakan model penggabungan usaha dapat berupa penjualan aset bisnis kepada Telkomsel. Skema ini pernah diterapkan oleh Telkomsel ketika melepas sekitar 6.000 tower kepada PT Dayamitra Telekomunika Tbk. (MTEL) alias Mitratel dengan nilai transaksi mencapai Rp10,28 triliun.
Apabila merger dilakukan dengan skema penjualan aset Indihome, menurut Ririek, dana dari hasil penjualan itu akan diinvestasikan.
“Balance [pengalihan aset] bisa bentuk cash [tunai], kami investasikan tempat lain, saya ingin [Telkom] tumbuh di atas GDP.”
Seperti diketahui, Telkomsel adalah pemimpin pasar bisnis nirkabel atau seluler dengan jumlah pelanggan mencapai 176 juta pada 2021. Adapun layanan fixed broadband Telkom memiliki 8,6 juta pelanggan melalui merek IndiHome dan menguasai pangsa pasar sekitar 80 persen.