Bisnis.com, JAKARTA - Emiten taksi, PT Blue Bird Tbk. (BIRD) cenderung fokus terhadap kinerja fundamental di tengah gugatan Rp11 triliun oleh Elliana Wibowo.
Direktur Utama Blue Bird Sigit Djokosoetono menanggapi mengenai gugatan hingga Rp11 triliun dengan santai.
"Berita sudah beredar dalam beberapa pekan terakhir, tuntutan yang sama sudah ada dari sebelum-sebelumnya, bukan cerita baru tapi cerita lama," katanya, Selasa (9/8/2022).
Dia melanjutkan perusahaan yang dipimpinnya tetap fokus di fundamental, sesuai dengan informasi publik yang disampaikan melalui keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI).
BIRD, lanjutnya juga menjalankan good corporate governance (GCG) sesuai aturan yang ada, melakukan pembagian dividen secara rutin, termasuk pencatatan pemegang saham.
"Antisipasi kami tak bisa kendalikan berita di luar, fokus kami di fundamental dan corporate governance dari nilai bird yang sudah dijanjikan," tambahnya.
Baca Juga
Selain itu, dia juga menegaskan perusahaan publik diawasi oleh banyak pihak termasuk OJK, sehingga ketika ada satu kasus tertentu, OJK pasti akan memberikan tanggapan dan mengembalikan ke arah yang benar.
Sebelumnya, Blue Bird digugat senilai Rp11,1 triliun ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Gugatan tersebut dilayangkan oleh salah satu pemegang sahamnya Elliana Wibowo dengan Davy Helkiah Radjawane sebagai penasihat hukumnya.
Selain Bluebird, Elliana juga menggugat delapan orang lainnya. Salah satunya adalah Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran.
Sementara itu tujuh yang lain adalah Purnomo Prawiro, Sri Ayati Purnomo, Endang Purnomo, Indra Marki, Bambang Hendarso Danuri, PT Blue Bird Taxi, dan PT BIG BIRD.
Adapun gugatan tersebut terdaftar dengan nomor 677/Pdt.G/2022/PN JKT.SEL dan terdaftar pada 25 Juli 2022. Dalam petitum provisinya, Elliana meminta pengadilan menetapkan agar sepanjang perkara ini belum memiliki kekuatan hukum tetap Purnomo Prawiro dan Sri Ayati Purnomo tidak melakukan proses apapun terkait perubahan AD/ART perusahaan.
Selain itu itu, saham-saham pada Tergugat VII–VIII serta Saham Tergugat I di Tergugat IX untuk tidak diberikan persetujuan atau pengesahan terhadap tindakan jual beli maupun sejenisnya.
Sementara dalam pokok perkara, Elliana meminta hakim menyatakan Tergugat I - IV melakukan perbuatan melawan hukum dengan melakukan tindakan kekerasan fisik kepada penggugat.
"Menyatakan tergugat V yang diwakili tergugat VI melakukan perbuatan melawan hukum menghambat keadilan bagi penggugat," seperti dikutip dari laman SIPP PN Jakarta Selatan, Selasa (2/8/2022).
Penggugat juga meminta hakim menyatakan Tergugat VII dan Tergugat VIII melakukan Perbuatan Melawan Hukum menghalang halangi hak Penggugat selaku Pemegang Saham Perseroan.
"Menyatakan sah dan berharga sita jaminan atas saham milik Tergugat I pada Tergugat IX sebesar 284.654.300 lembar serta rumah terletak di Jl. Brawijaya No. 46, Kebayoran Baru Baru, Jakarta Selatan dan Jl Kemang Timur Raya Nomor 34 atas nama Tergugat I, sebagai bagian pelaksanaan putusan," tulis petitum gugatan.
Masih dalam gugatan yang sama, Elliana meminta hakim menghukum Tergugat I-IV secara tanggung renteng untuk membayar ganti rugi materiil sebesar Rp5 miliar.
Dia pun meminta hakim menghukum Tergugat VII, VIII, dan IX secara tanggung renteng untuk membayar ganti rugi sebesar Rp1,36 triliun. Ganti rugi itu dengan rincian yaitu pembayaran dividen sebesar Rp1,23 triliun dengan ditambah bunga sebesar 10 persen per tahun selama 10 tahun enam bulan sebesar Rp129,5 miliar.
"Menghukum Tergugat I sampai dengan Tergugat IX untuk membayar secara tanggung renteng kerugian immaterial sebesar Rp10 triliun," dikutip dari petitum.
Dia juga meminta hakim untuk menghukum para tergugat membayar uang paksa sebesar Rp5 juta per hari keterlambatan melaksanakan isi putusan ini terhitung sejak putusan berkekuatan hukum tetap.