Bisnis.com, JAKARTA — Emiten bank digital, PT Bank Jago Tbk. (ARTO) mencatatkan pertumbuhan yang cukup positif pada kuartal II/2022, namun pergerakan sahamnya masih terkoreksi.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), pada akhir perdagangan Kamis (21/7/2022) saham ARTO terkoreksi 3,26 persen atau 325 poin ke level Rp9.650.
ARTO mengalami tren penurunan sejak awal tahun, yakni sebesar 44,16 persen year-to-date (ytd), dan masih jadi laggard alias pemberat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di posisi pertama tahun ini.
Kendati demikian, dalam sepekan terakhir saham ARTO mencatatkan kenaikan 11,53 persen, dari kisaran Rp8.600 menjadi Rp9.725.
Direktur Utama Bank Jago Kharim Siregar mengatakan, kinerja ARTO pada kuartal II/2022 dinilai positif dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), penyaluran kredit, serta jumlah nasabah digital banking yang telah mencapai lebih dari 3 juta nasabah per akhir Juni 2022, bertumbuh 100 persen dalam 6 bulan.
“Pertumbuhan tinggi pada penyaluran kredit dan pembiayaan syariah ditopang oleh kolaborasi dengan sejumlah fintech lending, multifinance, dan institusi keuangan digital lainnya dalam kerja sama pembiayaan,” ujar Kharim dalam keterangan resmi, Kamis (21/7/2022).
Baca Juga
Lebih lanjut, jumlah nasabah yang meningkat dengan sendirinya mendorong DPK tumbuh 253 persen menjadi Rp6,1 triliun secara tahunan. Current account saving account (CASA) juga meningkat sebesar 643 persen year-on-year (yoy) menjadi Rp3,87 triliun.
Sementara itu, penyaluran kredit dan pembiayaan syariah juga tercatat meningkat 35 persen ytd senilai Rp5,37 triliun.
Di sisi lain, Bank Jago hingga akhir kuartal II/2022 telah bekerja sama dengan sejumlah pihak, seperti aplikasi Gojek, Bibit, Stockbit, Atome, Kredit Pintar, hingga emiten multifinance PT BFI Finance Indonesia Tbk. (BFIN).
“Ini merupakan strategi kami untuk aktif mendatangi para nasabah di manapun mereka berada,” tutup Kharim.
Dalam pemberitaan Bisnis sebelumnya, beberapa analis memperkirakan saham ARTO masih layak dicermati investor ke depannya.
Analis Jasa Utama Capital Sekuritas, Cheryl Tanuwijaya mengatakan, saham ARTO memang mengalami tren penurunan karena valuasinya yang terbilang mahal, bahkan jika dibandingkan dengan saham bank besar yang termasuk big cap.
"ARTO turun karena valuasi sangat mahal, jauh lebih mahal daripada big banks dengan laba yang baik,” ujar Cheryl kepada Bisnis, dikutip Kamis (21/7/2022).
Senada, Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas, Abdul Azis Setyo Wibowo menjelaskan penurunan saham ARTO disebabkan penilaian pelaku pasar yang menganggap Bank Jago sudah overvalued.
“Terlebih jika dibandingkan dengan saham bank yang kapitalisasinya juga besar seperti BBRI, valuasi ARTO jauh lebih mahal dibandingkan dengan BBRI,” pungkas Azis kepada Bisnis.
Meski begitu, bukan berarti tidak ada harapan bagi investor pemegang saham ARTO. Kedua analis sepakat ARTO masih prospektif dan layak dicermati.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.