Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar Batu Bara Tiba-Tiba Melorot, Waktunya Profit Taking?

Harga batu bara yang melorot menjadi peluang profit taking saham-saham terkait komoditas tersebut.
Proses pemuatan batu bara ke tongkang di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (13/10/2021). Bloomberg/Dimas Ardian
Proses pemuatan batu bara ke tongkang di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (13/10/2021). Bloomberg/Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA — Analis menyarankan untuk mulai profit taking saham batu bara karena harga komoditas tersebut mengalami penurunan hampir 10 persen pada akhir perdagangan Jumat (15/7/2022), 

Mengutip data Bloomberg, harga batu bara untuk kontrak teraktif Juli 2022 turun 9,80 persen ke US$406,55 per metrik ton. Penurunan terjadi setelah pejabat pemerintah China menemui Perdana Menteri baru Australia Anthony Albanese, di mana birokrat energi negara itu mengusulkan rencana untuk mengakhiri larangan impor batu bara asal Australia.

Macro Equity Strategist Samuel Sekuritas Indonesia Lionel Priyadi menyebutkan menerangka, langkah ini sebagian dilatarbelakangi oleh keputusan beberapa anggota Uni Eropa untuk menjaga ketahanan energi mereka melalui relaksasi pengoperasian pembangkit listrik tenaga batu bara. Kebijakan China secara langsung akan mempengaruhi Indonesia.

"Pasar merespons perkembangan ini dengan melakukan aksi jual, mendorong harga batu bara Newcastle turun. Kami menyarankan investor untuk melakukan take profit dari batu bara," ungkapnya dalam riset, dikutip Minggu (17/7/2022).

Sementara itu, di pasar Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan pada Juni 2022 kembali mencetak surplus besar mencapai US$5,09 miliar dengan nilai ekspor US$26,09 miliar dan impor US$21,00 miliar.

Kepala BPS Margo Yuwono menyebutkan kinerja surplus perdagangan secara keseluruhan didorong oleh ekspor yang meningkat lebih pesat dibandingkan impor.

Ekspor pada Juni 2022 mencapai US$26,09 miliar atau naik 21,3 persen dibandingkan bulan sebelumnya atau 40,68 persen dibandingkan Juni 2021.

Margo memerincikan, ekspor nonmigas naik 22,71 persen secara bulanan atau 41,89 persen secara tahunan menjadi US$24,56 miliar. Sedangkan ekspor migas naik 2,45 persen secara bulanan atau 23,68 persen dibandingkan tahun lalu menjadi US$1,53 miliar.

Hasil tersebut lebih tinggi dari proyeksi Samuel Sekuritas di US$4 miliar. Namun, di semester II/2022, analis memperkirakan surplus perdagangan Indonesia akan menurun, terutama setelah pelemahan harga komoditas baru-baru ini.

"Harga nikel misalnya, tercatat melemah 7,2 persen ytd, dan harga CPO tercatat anjlok 31,5 persen ytd. Meski harga batu bara masih tinggi, kami memperkirakan hal tersebut akan berubah dalam waktu dekat karena berbagai kebijakan yang diambil oleh negara-negara maju untuk mengurangi tekanan pada ketahanan energi mereka," jelas Lionel.

Sejumlah rencana negara maju antara lain seperti rencana untuk mengaktifkan kembali 9 pembangkit listrik tenaga nuklir di Jepang, dan perdebatan di Jerman untuk menunda penghentian 3 pembangkit listrik tenaga nuklirnya.

"Kami mengulangi prediksi kami terkait defisit transaksi berjalan yang akan mencapai -0,5 persen terhadap PDB tahun ini," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper