Bisnis.com, JAKARTA – Harga batu bara di Asia akhirnya menembus rekor akibat kondisi kekurangan bahan bakar di pasar global yang memburuk. Hal ini berpotensi melambungkan tagihan listrik dan menambah tekanan inflasi.
Mengutip Bloomberg, Senin (27/6/2022), harga batu bara fisik spot di Newcastle Australia melonjak 3,4 persen ke rekor US$402,50 per ton pada Jumat (24/6/2022) pekan lalu. Lonjakan tersebut terlihat pada indeks dua mingguan yang disusun oleh IHS Markit. Ini pertama kalinya indeks spot yang sangat diawasi tersebut naik di atas US$400.
Pembangkit listrik di seluruh Asia dan Eropa bergegas untuk mengamankan pengiriman batu bara tambahan sebagai pengganti pasokan gas alam yang semakin berkurang, sementara para penambang berjuang untuk meningkatkan produksi.
Jerman dan Austria menghidupkan kembali pembangkit listrik tenaga batu bara yang menganggur sebagai tanggapan atas pembatasan pasokan gas Rusia, sementara Jepang dan Korea Selatan menimbun bahan bakar menjelang cuaca musim panas yang lebih panas.
Persaingan ketat untuk sumber pasokan batu bara yang semakin menipis mengancam tagihan listrik yang lebih tinggi untuk rumah tangga, serta kelangkaan untuk negara-negara berkembang yang lebih miskin seperti Pakistan.
Permintaan yang melonjak menandakan kembalinya komoditas batu bara yang menurut banyak orang justru sedang dalam proses ditiadakan secara bertahap.
Baca Juga
Cuaca yang lebih panas dari biasanya di China utara mendorong permintaan listrik ke titik tertinggi sepanjang masa, meningkatkan konsumsi batu bara.
Pengiriman batu bara untuk pengiriman Juli ke Eropa dijual dengan harga US$421 per ton pada Jumat, tertinggi sepanjang masa untuk wilayah tersebut. Pengiriman Asia juga diperdagangkan di atas US$400 minggu lalu.