Bisnis.com, JAKARTA – Menuju Indonesia bebas emisi karbon 2060, perusahaan energi PT TBS Energy Utama Tbk. (TOBA) memulai langkahnya beralih ke energi baru terbarukan. Langkah ini juga untuk menangkap potensi menguntungkan dari perdagangan karbon di masa depan.
VP Director PT TBS Energy Utama Tbk. (TOBA) Pandu Patria Sjahrir mengatakan, sektor energi punya peran yang paling besar untuk mendapatkan keuntungan dari perdagangan karbon, dibandingkan dengan sektor lainnya.
Menangkap potensi yang ada, TOBA sudah mulai mengikuti UN Global Compact, dan menjalankan visi misi pemerintah untuk Net Zero carbon pada 2060.
“Kita sedang melakukan reinvestasi bisnis kita ke green business dan renewable, 2026-2027 kita mulai tinggalkan batu bara, dan mulai melakukan compensation lewat program transisi energi untuk pembangkit listrik bertenaga batu bara, jadi harapannya 2030 sudah mencapai tahap net zero carbon,” kata Pandu, dalam webinar, Senin (20/6/2022).
Soal perdagangan karbon, Pandu menilai potensi pasarnya cukup luar biasa di masa depan meskipun per hari ini masih relatif kecil. Salah satu masalahnya adalah soal kepatuhan dan belum ada aturan yang berlaku.
“Indonesia ada potensi, menjadi pasar market karbon terbesar dunia, karena tanah kita salah satu paling besar dan posisi kita sangat strategis. Saya merasa bahwa ini memang agresif climate goal ini ada beberapa perusahaan 21 persen dari 2.000 perusahaan yang sudah mulai berkomitmen untuk melakukan Net Zero Target, dengan tindakan ini harapannya bisa membawa perubahan yang cukup besar,” ujarnya.
Baca Juga
Selain itu, Pandu menuturkan bahwa permintaan perdagangan karbon akan semakin besar, sementara Indonesia juga menarik sebagai potensi penghasil carbon credit terbesar secara global. Setelah bergabung dengan GOTO, Pandu juga menyebut langsung ada permintaan.
Dengan semua aktivitas ini, otomatis akan menghasilkan carbon credit dan akan menjadi pendapatan tambahan bagi TOBA.
Selain menguntungkan, keputusan melakukan perubahan ke bisnis energi terbarukan juga didasari dengan kondisi lingkungan yang makin buruk. Hari ini, Senin (20/6/2022), Jakarta menduduki posisi pertama kota paling berpolusi di dunia.
“Saya dimarahin istri karena bisnis kita batu bara dan udara di Jakarta paling buruk di dunia, ini hal yang bikin kami merasa, kol kita nggak melakukan sesuatu. Saya banyak invest di perusahaan teknologi, harusnya bisa lakukan sesuatu,” ungkapnya.
Dia mengatakan, perubahan ke arah energi terbarukan adalah suatu hal yang pasti terjadi, apalagi makin maju, urusan orang bukan hanya mencari isi perut, tapi juga mencari kualitas hidup, termasuk kualitas udara.
“Karena menghirup udara Jakarta itu berpotensi mengurangi ekspektasi hidup 6,5 tahun, itu kan produktivitas menghilang, kehilangan untuk ekonomi,” kata dia.