Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian BUMN tengah mempelajari lebih lanjut hasil revisi Peraturan Pemerintah (PP) terkait BUMN. Aturan turunan mungkin disiapkan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2022 pada 8 Juni 2022 dan telah diundangkan pada waktu yang sama oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.
PP tersebut merupakan perubahan atas PP No.45/2005 tentang pendirian, pengurusan, pengawasan, dan pembubaran BUMN.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Mahendra Sinulingga mengungkapkan Kementerian BUMN bakal menyambut aturan baru tersebut dengan mempelajari lebih lanjut isi dari PP tersebut.
"Pasti setiap ada peraturan seperti itu akan ada turunannya, yang teknisnya oleh peraturan menteri, tetapi jika tidak ada perubahan dari aturan sebelumnya bisa saja ada peraturan baru atau bisa saja tetap menggunakan peraturan yang lama," jelasnya, Senin (13/6/2022).
Kementerian BUMN lanjutnya, akan melihat semua perubahan satu per satu pada PP terbaru tersebut.
Baca Juga
Secara umum, Arya juga menilai tidak terdapat banyak perubahan dalam PP tersebut, seperti Presiden mempertegas peran Menteri BUMN sebagai perwakilan pemerintah dalam pengelolaan BUMN. Sejumlah pasal terkait pun mengganti diksi pemilik modal menjadi Menteri.
Pergantian diksi ini terjadi di antaranya pada pasal-pasal terkait, peran pemilik modal seperti pasal 27 mengganti diksi pemilik modal menjadi, "Atas nama Perum, Menteri dapat mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perum."
Hal ini mempertegas peran Menteri yang dapat menggugat Direksi jika terbukti melakukan kesalahan atau kelalaian yang membuat kerugian pada BUMN.
Selain itu, Direksi dan Komisaris BUMN juga tetap mesti bertanggung jawab penuh jika melakukan kelalaian yang menyebabkan kerugian bagi BUMN.
Salah satu yang menarik, aturan ini memberikan ruang bagi Direksi dan Komisaris membuktikan tidak melakukan kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi BUMN. Direksi maupun komisaris tersebut tidak perlu bertanggung jawab penuh atas kerugian BUMN tersebut.
Hal ini termaktub pada penambahan pasal 27 ayat 2a dan pasal 59 ayat 2a yang bunyinya kurang lebih sama tetapi berbeda hanya dalam objek yang dibicarakan.
Dimana pada pasal 27 ayat 2a mengatur mengenai Direksi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian BUMN, sedangkan pasal 59 soal Komisaris dan Dewan Pengawas.
Kedua pasal tersebut menjelaskan kondisi ketika direksi atau komisaris tidak bisa dimintai pertanggungjawaban ketika dapat membuktikan sejumlah hal.