Koperasi sebagai sokoguru pembangunan ekonomi telah lama terabaikan. Nasibnya kini, justru banyak disalahartikan. Tak jauh beda, hal serupa juga mendera investasi aset digital, khususnya kripto.
Pada masa lampau, sewaktu Indonesia masih mencari bentuk sistem politik dan ekonomi, Sang Proklamator, Mohammad Hatta menggulirkan gagasan bahwa Demokrasi Politik harus dibarengi dengan Demokrasi Ekonomi. Pemikiran Bung Hatta mengenai ekonomi kerakyatan menjadi dasar Koperasi Indonesia.
Insipirasi dari Bung Hatta itulah yang kelak mewarisi keyakinan bahwa koperasi sebagai pondasi pembangunan ekonomi dengan prinsip kebersamaan dan efisiensi berkeadilan. Sayangnya, kini semangat itu seakan pudar dari identitas aslinya.
Realitas membuktikan peranan koperasi yang seharusnya menjadi wajah perekonomian nasional, makin terpinggirkan. Ada banyak “batu kerikil” yang menghambat laju filosofi koperasi sebagai salah satu sektor keuangan yang berperan penting dalam mendorong peningkatan perekonomian nasional.
Terlebih kini, generasi muda di era digitalisasi, seolah sangat asing dengan bentuk dan cara kerja koperasi. Para generasi muda lebih akrab dengan istilah startup ataupun sharing economy.
Marak terjadi kasus-kasus penipuan investasi yang mengatasnamakan koperasi saat ini, makin memberatkan citra positif dari gagasan yang dibangun Sang Proklamator tersebut.
Belum lagi untuk mencerna cara kerja koperasi yang dianggap usang terhadap perkembangan teknologi digital, generasi muda kian acuh. Ada kalanya koperasi yang dibentuk hanya sekadar kendaraan penggalangan dana program sosial, tidak senapas dengan roh kolektivisme untuk memakmurkan anggota.
Di sisi lain, kesalahpahaman terhadap koperasi juga terjadi pada aset digital, terutama kripto. Stereotipe kripto telanjur negatif dipandang sebagai mata uang digital yang dibentuk dan ditransaksikan melalui blockchain. Umumnya, pemahaman masyarakat awam terhadap kripto terhenti di sini.
Padahal, kripto merupakan salah satu bagian dari ekosistem blockchain yang melahirkan beragam aset digital lainnya dengan berbagai manfaat. Teknologi blockchain atau rantai blok inilah yang sesungguhnya menjadi harta bernilai tinggi pada era digital saat ini.
Singgungan aset kripto dengan dunia finansial melahirkan penggunaan aset hingga tercipta perdagangan dan investasi. Di tengah pemahaman yang belum utuh tersebut, ada banyak pihak tak bertanggung jawab muncul, menawarkan berbagai produk investasi kripto yang sebenarnya adalah kedok penipuan.
PERAN SEJATI
Persoalannya kini, di balik stereotipe koperasi dan aset digital kripto, mengandung misi sejati. Keduanya berprinsip kuat serta revolusioner di era kapital gigantis seperti saat ini, yaitu punya semangat kolektivisme.
Prinsip koperasi yang menilai semua anggota memiliki hak suara atau berpendapat secara setara, sangat berdekatan dengan konsep blockchain, di mana seluruh stakeholder mempunyai peran sejajar. Semangat DeFi (decentralize finance) memungkinkan semua stakeholder saling mencatat dan mengawasi.
Penggunaan teknologi pencatatan dan pengawasan yang tidak lagi sentralistik, memungkinkan jalannya koperasi selalu dihidupi semangat kebersamaan dan gotong royong. Di sinilah letak berjodohnya, kemiripan antara semangat aset digital kripto dengan koperasi.
Selama ini, koperasi yang mayoritas masih menjalankan proses bisnis konvensional, hampir selalu dihinggapi persoalan transparansi. Penguasaan koperasi oleh sebagian besar para pengurus, telah mengugurkan prinsip kolektivisme yang seharusnya dipegang.
Lebih jauh, saking konvensionalnya koperasi, bisnis yang berjalan sangat sulit berinovasi, apalagi di tengah gelombang digitalisasi saat ini. Sedangkan di sisi lain, aset digital seperti kripto sangat diminati. Tercatat pertumbuhan investor kripto sangat signifikan, mencapai 11,2 juta orang pada tahun 2021 lalu.
Tidak hanya itu, sebagian besar investor tersebut merupakan kalangan anak muda yang energik dan terlahir sebagai Generasi Digital Natives. Jika kecocokan koperasi dan aset digital kripto bisa mengawinkan keresahan serupa, maka lahirlah generasi muda yang tak sekadar melek investasi, melainkan punya prinsip gotong royong.
Bagi perkembangan aset digital kripto, perpaduan dengan koperasi ini kelak akan mengikis stigma negatif. Saling menguatkan. Tentunya akan menekan potensi penipuan berkedok investasi kripto, serta bersama memitigasi risiko koperasi yang mengelola dana dan aset digital dalam menjalankan fungsi lindung nilai.
Terakhir, nilai-nilai positif dari koperasi dan aset digital kripto bukanlah barang khayalan yang dipaksakan, melainkan tumbuh dari dasar prinsip kedua entitas tersebut. Selain hal prinsipil, banyak hal teknis yang positif dari mekanisme aset digital kripto sangat layak diadopsi dalam tubuh koperasi, agar distribusi kemakmuran dengan mudah diwujudkan.