Bisnis.com, JAKARTA – Mayoritas bursa saham Amerika Serikat melemah pada akhier perdagangan Senin (16/5/2022) karena aksi jual di akhir sesi perdagangan setelah investor mempertimbangkan tanda-tanda terbaru dari pelemahan ekonomi AS dan China.
Berdasarkan data Bloomberg, indeks S&P 500 ditutup melemah 0,39 persen ke level 4.008,01, sedangkan indeks Nasdaq Composite merosot 1,2 persen ke 11.662,79. Di sisi lain, indeks Dow Jones ditutup menguat tipis 0,08 persen.
Indeks saham Wall Street berbalik melemah pada akhir sesi perdagangan, terseret saham teknologi besar, di antaranya Tesla Inc yang merosot 5,88 persen dan Amazon yang terkoreksi 1,99 persen. Saham Twitter juga ditutup melemah 8 persen.
Indeks berbalik melemah menyusul rilis data yang menunjukkan output industri dan belanja konsumen China mencapai level terburuk sejak pandemi dimulai akibat lockdown dan penerapan kebijakan Zero Covid.
Sementara itu, aktivitas manufaktur negara bagian New York secara tak terduga terkontraksi pada Mei, memicu kekhawatiran perlambatan aktivitas ekonomi yang dapat memperumit jalur kebijakan Federal Reserve.
Menambah kekhawatiran pertumbuhan tersebut, New York City sedang bersiap untuk mencapai tingkat penularan Covid-19 yang tinggi dalam beberapa hari mendatang yang akan membuat pemerintah mempertimbangkan kembali persyaratan masker di tempat-tempat umum.
Baca Juga
Risiko penurunan ekonomi di tengah tekanan harga dan kenaikan suku bunga tetap menjadi kekhawatiran utama bagi pasar.
Senior Chairman Goldman Sachs Group Inc. Lloyd Blankfein menyarankan perusahaan dan konsumen untuk bersiap menghadapi resesi AS dengan tingkat risiko yang sangat tinggi.
Meskipun demikian, meskipun pasar AS memperkirakan 40 persen kemungkinan resesi, sejarah menunjukkan S&P 500 cenderung reli tanpa adanya kasus terburuk, menurut sebuah studi oleh UBS Group AG.
Kepala investasi Morgan Stanley Wealth Management Lisa Shalett mengatakan The Fed masih berada di bawah tekanan untuk mempercepat laju pengetatan karena belum ada tanda-tanda bahwa laju inflasi akan mereda.
“Hal ini semakin diperumit oleh konflik Rusia-Ukraina dan respons China terhadap Covid-19 yang semakin intensif. Semua memperkirakan pertumbuhan global akan melambat lebih cepat dari perkiraan,” ungkap Lisa, dikutip Bloomberg, Selasa (17/5/2022).