Bisnis.com, JAKARTA — Indeks harga saham gabungan (IHSG) turun semakin dalam pada sesi II hari ini, Kamis (12/5/2022) hingga sempat ke bawah 6.600 seiring dengan aksi jual investor asing terhadap saham BBCA.
Pada pukul 14.03 WIB, IHSG turun 3,13 persen atau 213,34 poin menjadi 6.602,86. Indeks sempat menyentuh level terendah 6.596,72, dan level tertinggi 6.802,33.
Terpantau 457 saham melemah, 102 saham naik, dan 120 saham stagnan. Investor asing mencatatkan net sell Rp546,55 miliar.
Saham BBCA menjadi yang paling banyak dilego investor asing dengan net sell Rp617,7 miliar. Selanjutnya, saham BBRI mencatatkan net sell Rp105 miliar. Saham BBCA turun 3,92 persen, dan BBRI terkoreksi 2,9 persen.
Analis OCBC Sekuritas Hendry Andrean menyampaikan IHSG kembali mengalami koreksi signifikan hari ini mengikuti tren pelemahan bursa regional Asia lainnya yang merespon pelemahan lanjutan bursa AS semalam.
"Pelemahan bursa AS semalam dipicu oleh masih tingginya inflasi di AS dimana meski terlihat melambat di level 8,3 persen yoy pada April dibanding 8,5 persen yoy pada Maret. Namun angka tersebut masih melebihi eskpektasi konsensus yang memperkirakan inflasi akan melambat ke 8,1 persen yoy," tulis dalam riset, Kamis (12/5/2022).
Baca Juga
Kondisi ini, terangnya, kembali membuat investor kembali mengkhawatirkan akan adanya potensi kebijakan hawkish The Fed yang lebih kuat ke depannya di mana pada pertemuan terakhir The Fed sudah meningkatkan kenaikan tingkat suku sebesar 50 bps dari hanya menaikkan 25 bps pada pertemuan sebelumnya.
"Secara teknikal IHSG juga terlihat masih membentuk black marubozu yang menandakan tekanan jual IHSG masih cenderung menguat. Kondisi ini kami perkirakan berpeluang membuat IHSG masih akan melanjutkan tren pelemahannya di sesi II nanti dengan level support kami perkirakan akan berada di level 6.640 bagi IHSG," imbuh Hendry.
Head of Research Mirae Asset Sekuritas Hariyanto Wijaya menjelaskan data inflasi AS yang dirilis semalam membuat Bursa AS atau Wall Street tertekan. Inflasi AS pada April 2022 mencapai 8,3 persen yoy melampaui ekspektasi pasar 8,1 persen.
Di sisi lain, inflasi inti yang meniadakan faktor makanan dan energi meningkat 0,6 persen month on month (mom) pada April 2022, naik dari 0,3 persen pada bulan sebelumnya.
"Data inflasi AS yang masih tinggi membuat ekspektasi Federal Reserve (The Fed) akan tetap agresif menaikkan suku bunga," ujarnya, Kamis (12/5/2022).
Menurutnya, dengan sentimen hawkish atau ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed yang tinggi, maka pasar saham AS bakal tertekan.
Setelah rilis data inflasi, Presiden Federal Reserve Cleveland Loretta Mester mengatakan dia melihat peluang untuk menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada dua pertemuan Fed berikutnya, sementara membuka kans untuk kenaikan suku bunga 75 basis poin yang berpotensi lebih besar.
Selain itu, sambung Hariyanto, saham-saham teknologi global cenderung tertekan. Hal ini turut menekan saham teknologi berkapitalisasi besar di Bursa Efek Indonesia, seperti PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK), PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO), dan PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA).
Selama ada tren penaikkan suku bunga global, sambung Hariyanto, saham-saham teknologi di berbagai bursa dunia under pressure. Ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi sejumlah market negara lain.
"Jadi agak berhati-hati bermain saham teknologi saat ini."