Bisnis.com, JAKARTA – Emiten media milik Hary Tanoesoedibjo, PT Media Nusantara Cintra Tbk. (MNCN) menegaskan posisinya sebagai pemimpin pangsa pasar iklan free-to-air (FTA) sepanjang 2021.
Berdasarkan keterangan resmi, Kamis (14/4/2022), MNCN mengungguli pesaingnya dengan mendominasi pangsa pasar belanja iklan FTA pada 2021 sebesar 48,5 persen, naik dibandingkan dengan 38 persen pada 2020.
Slot prime-time masih memberikan kontribusi terbesar bagi pendapatan perseroan. MNCN selalu menonjolkan dan menyusun sebagian besar program berkualitasnya selama periode 4-5 jam tersebut di setiap harinya, yang berkontribusi hingga 56 persen dari pendapatan MNCN tahun lalu.
Sementara itu, program reguler masih tetap menjadi yang terdepan berdasarkan jenis program dengan mengumpulkan lebih dari 80 persen pada 2021, terutama program drama in-house yang diproduksi oleh PT MNC Digital Entertainment Tbk. (MSIN).
Pada jenis periklanan, lantaran MNCN memproduksi hampir 100 persen dari program lokalnya, hal ini memungkinkan perseroan menempatkan iklan di dalam program dalam bentuk built in, iklan virtual, squeeze frame, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, non-reguler atau kreatif iklan telah memberikan kontribusi hampir seperempat dari pendapatan non-digital perseroan.
Executive Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo mengatakan, bisnis FTA MNCN terus memperkokoh posisinya sebagai pemain nomor satu di Indonesia, dengan dominasi pasar baik dalam hal pangsa pemirsa, rating, dan belanja iklan di TV FTA selama bertahun-tahun.
Baca Juga
“MNCN berhasil mengarahkan bisnis menuju rekor nasional baru dalam hal pangsa pemirsa untuk beberapa judul konten terbaiknya, terlepas dari tantangan yang ditimbulkan oleh pandemi,” jelasnya dalam keterangan resmi.
Seperti diketahui, MNCN mengelolar saluran FTA seperti RCTI, MNC TV, GTV dan iNews.
MNCN membukukan total pendapatan konsolidasi Rp9,62 triliun pada 2021, meningkat 21 persen dari 2020 yang sebesar Rp7,95 triliun. Dari jumlah tersebut, pendapatan iklan perseroan mencapai Rp9,19 triliun, melejit 23 persen secara tahunan dari sebelumnya Rp7,48 triliun.